REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), menyebar spanduk ke toko-toko yang berisi koreksi sejarah asal pempek. Koreksi itu untuk meluruskan informasi seputar kudapan khas dari daerah tersebut.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang Zanariah di Palembang, Selasa (23/2), mengatakan sejarah tentang pempek yang beredar di masyarakat maupun internet mengalami simpang siur dan kekeliruan terkait asal muasal kemunculannya. "Beberapa informasi menyebutkan pempek berasal dari Tiongkok, itu keliru karena setelah dikaji lebih dalam ternyata pempek memang asli buatan orang Palembang," ujarnya.
Koreksi sejarah pempek diperlukan untuk memantapkan pengusulan pempek menjadi warisan dunia UNESCO yang tengah berjalan. Sebelumnya, kudapan mengandung ikan itu telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada 2014.
Sementara seorang anggota Tim Kajian (adhoc) Pempek untuk Warisan Dunia Tak Benda UNESCO, Vebri Al-lintani, mengatakan terdapat informasi yang beredar di internet terkait pempek yang keliru tetapi sudah kepalang menyebar. Menurutnya, sagu sebagai bahan dasar pempek sudah ditanam sejak masa Kedatuan Sriwijaya tahun 684 Masehi berdasarkan isi Prasasti Talang Tuo sehingga diyakini pembuatan pempek sudah ada dari masa itu.
Sementara kelapa aren yang juga telah ditanam sejak masa Kedatuan Sriwijaya juga diyakini menjadi bahan dasar pembuatan cuka yang kemudian menjadi pelengkap hidangan pempek. "Dalam penyajiannya pempek tidak bisa dipisahkan dari cuka (kuah)," kata Vebri.
Sebelum dikenal dengan nama pempek, kudapan tersebut dikenal dengan nama kelesan yang berarti ditekan-tekan berdasarkan pembuatannya menggunakan piri'an (mangkok yang tengahnya berlobang-lobang). Selain itu, dahulu pempek dibuat perempuan-perempuan Suku Palembang hanya untuk makanan rumahan, barulah komersialisasi kelesan dimulai oleh orang Tionghoa sekitar tahun 1916.
Penjual kelesan tersebut berjualan di sekitar Masjid Agung Palembang dan akrab dipanggil 'apek atau empek'. Penjualannya menggunakan sepeda sehingga dengan cepat kelesan (pempek) menjadi panganan publik.
"Maka informasi yang menyebut pempek dijual sejak masa Kesultanan Palembang abad ke 16 itu juga keliru, karena jalan darat baru dibangun Belanda pada abad ke 16, sebelum itu orang-orang mengandalkan perahu," jelasnya.
Vebri berharap koreksi terkait sejarah pempek dapat memberikan pemahaman ke seluruh Indonesia karena pempek telah didaftarkan ke Kemendikud untuk diusulkan menjadi Warisan Dunia UNESCO. "Pengusulannya ke UNESCO wewenang Kemendikbud, pempek statusnya masih antre sembari melengkapi kekurangan syarat-syaratnya," ujar Vebri.