Sabtu 20 Feb 2021 10:38 WIB

Indeks Pangan RI Kalah dari Vietnam, Dewan Prihatin

Hal itu menunjukkan kegagalan pemerintah mewujudkan keberlanjutan pangan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: A.Syalaby Ichsan
Wanita Suku Baduy Luar berjalan di ladang padi miliknya di Desa Kanekes, Lebak, Banten, Sabtu (6/2/2021). Padi huma atau padi gogo merupakan salah satu varietas padi yang ditanam di areal lahan kering dan menjadi sumber ketahanan pangan sekaligus pendapatan ekonomi bagi warga Suku Baduy.
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Wanita Suku Baduy Luar berjalan di ladang padi miliknya di Desa Kanekes, Lebak, Banten, Sabtu (6/2/2021). Padi huma atau padi gogo merupakan salah satu varietas padi yang ditanam di areal lahan kering dan menjadi sumber ketahanan pangan sekaligus pendapatan ekonomi bagi warga Suku Baduy.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, mengaku prihatin atas sejumlah data indeks pangan global yang menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki peringkat buruk dibanding negara lain. Ia menilai, hal itu menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mewujudkan pencapaian keberlanjutan pangan dalam berbagai aspek.

Hal ini diutarakan Johan merespon hasil dari indeks keberlanjutan pangan yang dikeluarkan oleh The Economist Intelligence Unit 2020 yang menempatkan Indonesia berada di peringkat 62. 

Politisi PKS itu menilai, pemerintah belum berhasil menerapkan sistem pangan yang memberikan efek pada penguatan indeks keberlanjutan pangan dan sangat lemah dalam mengelola keamanan pangan. "Akibatnya, negara kita memiliki peringkat  ke-62 dari 113 negara, kalah dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand," ujar Johan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (20/2).

Johan minta pemerintah segera bertindak untuk mengatasi sejumlah tantangan keberlanjutan pangan nasional dan memperbaiki sistem pangan sesuai dengan amanat Undang-Undang Pangan untuk mewujudkan kedaulatan pangan nasional.

"Saya melihat tantangan pertama yang harus diselesaikan pemerintah adalah mengupayakan peningkatan produksi pangan dalam negeri melalui pemberdayaan petani lokal dan melakukan inovasi teknologi tepat guna untuk meningkatkan pasokan dan mengurangi dampak lingkungan," ujar dia.

Ia juga meminta pemerintah segera memperbaiki tata Kelola pangan untuk menghadapi tantangan sosial ekonomi dimana indeks kelaparan kita juga semakin parah. Johan menilai kelaparan saat ini bukanlah akibat dari kurangnya pasokan pangan. Namun, angka kemiskinan yang terus meningkat sehingga akses masyarakat miskin semakin sulit untuk mendapatkan pangan yang layak akibat daya beli yang semakin turun untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok sehari-hari.

Ia berharap pemerintah segera mengevaluasi berbagai kebijakan pangan yang kurang tepat termasuk memotong anggaran Pertanian tahun 2021 sebesar Rp 6,3 triliun. "Ini merupakan kebijakan yang salah kaprah," tegas Johan.

Menurut dia, indeks pangan RI dinilai buruk dalam skala global. Karena itu, pemerintah mesti segera mengambil kebijakan yang berfokus pada pertanian dan pangan untuk mencapai keberlanjutan pangan yang ideal sebagai negara agraris.

Selanjutnya Johan berpandangan, Ketika pemerintah pada masa pandemi ini dapat  berfokus pada pertanian dan tantangan pangan berkelanjutan maka akan memberikan peran besar dalam peningkatan produksi pangan dalam negeri, pasokan pangan yang cukup, harga pangan yang stabil.

"Semoga hasil dari indeks pangan kita yang memprihatinkan saat ini, segera menyadarkan pemerintah dan kita semua untuk menjadikan pangan berkelanjutan sebagai prioritas pembangunan pada masa pandemi ini," kata dia.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement