Jumat 19 Feb 2021 14:16 WIB

YLKI Imbau Masyarakat Perhatikan SNI dalam Air Minum Kemasan

Pelabelan Bebas BPA menjadi keharusan jika produsen peduli kesehatan konsumen.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Air minum dalam kemasan. Produsen perlu memperhatikan standar nasional Indonesia untuk produksi air minum dalam kemasan.
Foto:

“BPA diduga berdampak kepada risiko penyakit gangguan hormon, kanker, kelainan organ reproduksi, dan gangguan sistem imun serta perilaku pada bayi atau anak kecil,” ucapnya.

Para peneliti di luar negeri sedang mendalami keberadaan BPA dalam rantai pangan. Hal ini minuman dalam kemasan plastik yang menyebabkan beberapa penyakit tertentu seperti kanker, gangguan hormon, autoimun, dan penyakit lainnya.

“Penelitian terkait dengan keberadaan BPA dalam AMDK masih terbatas di Indonesia sama seperti temuan mikro plastik atau bahkan nano plastik dalam air minum, khususnya AMDK yang baru tiga tahun terakhir ini marak dibicarakan," ucapnya.

Firdaus menyebut beberapa otoritas obat dan makanan di luar negeri sejak 10 tahun lalu sudah mulai meregulasi dan memberlakukan standar yang ketat terkait dengan parameter BPA dan meminta industri mengganti bahan kemasan plastik minuman dengan Bisphenol-S (BPS) atau Bisphenol F (BPF).

“Di beberapa negara maju masih memberikan toleransi penggunaan kemasan plastik untuk pangan (air dan makanan),” ucapnya.

Kendati demikian, lanjut Firdaus, mereka memberikan restriksi yang ketat dan mewajibkan pihak produsen mencantumkan label notifikasi pada kemasan yang menerangkan bahwa kemasan yang terbuat dari plastik mungkin mengandung BPA dalam kadar yang relatif rendah.

Meski demikian, tetap harus dihindari untuk konsumen usia belia dan ibu hamil/menyusui yang biasanya memanaskan air pada wadah plastik dengan peralatan pemanas elektronik atau mengisi air panas ke dalam botol plastik atau bahkan mengkonsumsi AMDK yang ditinggal dalam kendaraan yang terpapar dengan temperatur cukup tinggi. 

“Dengan demikian otoritas harusnya bisa mencerdaskan konsumen melalui informasi dan peringatan pada label misalnya,” ucapnya.

Menurutnya beberapa pakar juga mengkuatirkan potensi kontaminasi BPA pada AMDK dan makanan karena cukup signifikannya potensi cemaran mikro dan nano plastik yang berasal dari plastik kemasan yang diproduksi di bawah standar, serta AMDK tidak disimpan di tempat yang aman. 

“Temperatur tinggi dalam penyimpanan di gudang atau dalam kendaraan atau jika botol diisi air panas berpotensi larutnya BPA dari plastik ke cairan dalam kemasan tersebut,” ucapnya.

 

Di tengah pro dan kontra terkait keberadaan dan resiko kesehatan BPA dalam makanan minuman khususnya AMDK, IWI meminta pemerintah harus dengan sangat hati-hati dan cerdas merumuskan sebuah regulasi yang tujuannya melindungi jangka panjang terhadap masyarakat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement