Kamis 18 Feb 2021 17:55 WIB

Kudeta AHY dan Elektabilitas Demokrat yang Melonjak

Elektabilitas Partai Demokrat meningkat seiring penurunan pamor PDI Perjuangan.

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berjalan saat akan memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo.
Foto:

Kisruh seputar upaya kudeta kepemimpinan Partai Demokrat di bawah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) belum selesai. Hari ini AHY mengeluarkan pernyataan resmi membantah kabar yang mengatakan Ketua Majelis Tinggi Partai (MTP) Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyetujui rencana menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Ia memastikan, kabar tersebut adalah bohong atau hoaks.

"Kini, mereka menyiarkan berita bohong bahwa Pak SBY selaku Ketua MTP merestui gerakan mereka, itu tidak benar. Hoaks dan fitnah. Bapak SBY berada di belakang kami semua, para pemilik suara yang sah," ujar AHY dalam siaran pers.

AHY menduga, gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) telah membaca syarat melaksanakan KLB dalam Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD-ART). Yaitu, harus mendapatkan persetujuan Ketua Majelis Tinggi Partai.

"Sebagai bentuk kewaspadaan kami, para pelaku GPK-PD telah membaca AD-ART yang telah kami sepakati bersama dan telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM serta didaftarkan dalam Lembaran Negara. Bahwa syarat untuk dilaksanakannya KLB harus mendapatkan persetujuan Ketua MTP," kata AHY.

Dukungan SBY, lanjut AHY, ditujukan kepada dirinya dan pengurus DPP hasil Kongres V Partai Demokrat tanggal 15 Maret 2020. SBY mengirimkan dukungan tersebut melalui surat tanggal 5 Januari 2021 kepada seluruh Ketua DPD, DPC, dan kader Partai Demokrat seluruh Indonesia.

AHY juga menduga, ada perbuatan akal-akalan GPK-PD dengan membawa-bawa nama Presiden Joko Widodo untuk menakut-nakuti kader Partai Demokrat agar bergabung dalam gerakan mereka. Selain itu, ia menduga, nama Presiden Jokowi dibawa-bawa untuk memecah-belah hubungan baik yang terjalin dengan SBY.

"Terhadap hal itu, saya sudah mendapatkan sinyal bahwa Bapak Presiden tidak tahu-menahu tentang keterlibatan salah satu bawahannya itu. Ini hanya akal-akalan kelompok GPK-PD untuk menakut-nakuti kader. Hubungan Pak SBY dan Pak Jokowi cukup baik. Tapi kelompok ini berusaha memecah-belah hubungan yang telah terjalin dengan baik itu," kata AHY.

AHY mengatakan, GPK-PD memiliki pola kuno untuk menjadikan seseorang menjadi ketua umum Partai Demokrat yaitu melalui KLB. Ia menyebut, gerakan itu mula-mula berupaya mempengaruhi para pemilik suara sah Partai Demokrat. "Karena tidak berhasil, mereka mencoba mempengaruhi pengurus DPD dan DPC, tapi tidak berhasil juga," katanya.

Kemudian, lanjut AHY, mereka mencoba mempengaruhi mantan pengurus yang kecewa, mengeklaim bahwa itu merepresentasikan pemilik suara, dan mengeklaim telah berhasil mengumpulkan suara sekian puluh bahkan sekian ratus suara. AHY menegaskan bahwa klaim itu tidak benar.

Dia mengatakan, GPK-PD melakukan itu supaya bisa menggelar KLB karena faktor internal. Padahal itu muncul karena persoalan eksternal. "Persoalannya adalah eksternal yaitu kelompok ini sangat menginginkan seseorang menjadi calon presiden 2024 dengan jalan menjadi ketua umum PD melalui KLB," kata AHY.

AHY menyadari jika setiap organisasi memiliki persoalan, dan setiap persoalan itu masih bisa ditanganinya sampai hari ini dengan menemukan solusinya melalui dialog. "Saya sejak hari ini sudah keliling kembali ke DPC-DPC di daerah-daerah untuk memastikan persoalan-persoalan antara hubungan DPP-DPD-DPC berjalan dengan baik. Saya paham, seringkali DPC kangen untuk bertemu ketumnya dan menyampaikan persoalannya secara langsung," kata AHY.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement