Kamis 18 Feb 2021 15:20 WIB

Keteteran Mengejar Target Vaksinasi

Distribusi dan sosialisasi vaksinasi menjadi kendala terbesar.

Petugas bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Merdeka Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (18/2/2021). Tercatat hingga kini pelaksanaan vaksinasi Tahap pertama di Sumsel mencapai sekitar 64 persen dari target 49.000 pemberian vaksin
Foto:

Selain itu, HNW menyindir pemerintah yang menjalankan program vaksinasi berbeda dari kesepakatan dengan DPR. Salah satunya aturan yang akan mendenda penolak vaksin. Padahal pemerintah sebelumnya sepakat dengan DPR untuk tak melakukannya.

"Vaksinasi dari awal langgar kesepakatan dengan DPR, misalnya tidak ada logika mengancam kalau enggak divaksin eh sekarang malah ada denda," ujar Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

HNW mengingatkan pemerintah agar memperbaiki komunikasinya dengan masyarakat agar target vaksinasi dapat terpenuhi. "Ini disayangkan pemerintah harusnya hadirkan perilaku hukum yang dapat dipercaya publik justru tidak sesuai harapan masyarakat dan kesepakatan dengan DPR," lanjut HNW.

Atas dasar itulah menurut HNW wajar jika masyarakat ragu dengan vaksinasi dari pemerintah. Belum lagi, kasus Covid-19 setelah divaksin tercatat dialami Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna dan Bupati Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Purnomo.

"Cara distribusi materi vaksin dan data yang divaksin terbayang berantakan. Kondisi sekarang juga banyak masyarakat tidak percaya karena ada kena Covid habis vaksin. Orang ragu vaksin ini berkualitas atau tidak," ungkap HNW.

Sejumlah daerah sudah mengutarakan harapan agar distribusi vaksin Covid-19 dari pusat lebih cepat. Sejak vaksinasi pertama sebulan lalu, belum semua nakes menerima vaksinasi Covid-19 Sinovac dengan dua kali dosis.

Sekretaris Daerah Jawa Barat sekaligus Ketua Pelaksana Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja, mengatakan, kendala vaksinasi di Jabar karena suplai vaksin yang memang harus menunggu dari pusat. Selain itu, tingginya jumlah penduduk menjadi faktor lain yang menyebabkan lambannya vaksinasi di Jabar.

Pemkot Yogyakarta juga sedang menyiapkan vaksinasi tahap kedua untuk pelayan publik. Namun, untuk memulai tahap kedua vaksinasi ini, Pemkot masih menunggu distribusi vaksin. Sedangkan untuk vaksinasi tahap pertama dengan sasaran nakes di Jawa Tengah, tinggal menyisakan sekitar 15 persen yang belum divaksin.

Tak hanya terkendala di distribusi, penolakan masyarakat terhadap vaksinasi menjadi kendala tersendiri. Ancaman sanksi administratif dan sanksi pidana bagi warga yang menolak divaksin terus menjadi perdebatan. Sanksi muncul usai Perpres Nomor 14/2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Covid-19.

Epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama, mengaku tidak sepakat jika ada sanksi untuk vaksin. Sebab, ia menilai, komunikasi dan edukasi terkait perlunya vaksin untuk penanggulangan covid-19 di Indonesia belum maksimal dilakukan oleh pemerintah.

"Saya termasuk yang kurang setuju ada denda untuk vaksin karena usaha komunikasi dan edukasi pemerintah belum terlihat maksimal. Yang paling utama tetap ketersediaan vaksin dulu," kata Bayu Satria, Kamis (18/2).

Ia sepakat dengan usulan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Bagi mereka yang menolak divaksin saat ini sebaiknya dimundurkan saja jadwal mereka untuk menerima vaksin sambil edukasi dan vaksinasi orang lain yang dianggap lebih membutuhkan.

Menurut Bayu, mereka yang menolak disuntik vaksin saat ini bisa dimundurkan ke periode paling akhir. Tujuannya mungkin bisa berubah ketika semakin lama melihat mereka yang divaksin lebih banyak sekali efek positifnya daripada yang negatif.

Terkait target pemerintah menuntaskan vaksinasi akhir tahun ini, ia melihat dari ketersediaan vaksin saat ini target pemerintah itu akan sulit dicapai. Apalagi, belum diikuti usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan vaksin dalam jumlah banyak.

"Kalau tidak ada usaha sangat besar untuk memenuhi kebutuhan saya kira akan sulit karena untuk tahap dua saja kita masih kurang tersedia vaksinnya," ujar Bayu.

Dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin media, Rabu (17/2) malam, Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen pemerintah untuk memenuhi kebutuhan vaksinasi 182 juta penduduk. Katanya demi bisa mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity dibutuhkan 426 juta dosis vaksin.

Saat ini, kata Jokowi, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, beberapa pihak sudah memberikan komitmen untuk menyediakan vaksin. Sebagian vaksin sudah dikirim dan digunakan, dan sebagian lain masih menunggu pengiriman.

Jokowi merinci, dari Sinovac pihaknya mendapat komitmen pengadaan 140 juta vaksin, Astrazeneca 50 juta, Pfizer 50 juta, dan Novavac 50 juta vaksin. ''Jadi kita masih kekurangan sekitar 120 juta dosis vaksin,'' tutur dia.

Selain terus mengupayakan ketersediaan vaksin, Jokowi juga mendorong penambahan jumlah vaksinator yang sesuai standar. Saat ini, kata dia, tersedia 30 ribu vaksinator yang sesuai standar dari kemenkes. Dalam waktu dekat akan ditambah sekitar 9 ribu tenaga vaksinator dari TNI/Polri. Dengan Jumlah tersebut, dia berharap kecepatan vaksinasi bisa mencapai 1,2 juta orang per hari.

photo
Oxford uji vaksin Covid-19 pada anak - (Republika)
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement