Rabu 17 Feb 2021 16:39 WIB

SKB 3 Menteri: Menutup Aurat Bukan Pilihan Tapi Kewajiban

Membebaskan siswa memilih mau atau tidak menutup aurat adalah kebijakan menyesatkan.

Seragam Muslim yang dikenakan siswi.
Foto:

Ironis, sekolah boleh membuat aturan atau mengimbau peserta didik mengamalkan ajaran agamanya yang satu ini: menutup aurat! Padahal, negara ini berdasarkan Pancasila. Sejatinya, orang yang mengamalkan ajaran agamanya adalah sosok Pancasialis.

Sebaliknya, mereka yang meninggalkan ajaran agamanya tak pantas disebut Pancasialis. SKB ini juga tak sejalan juga dengan UUD 1945, Pasal 31 ayat (3), "Pemerintah meng usahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia…".

Begitu juga, tujuan Sisdiknas yang menjadikan "iman, takwa, dan akhlak mulia" sebagai indikator utama. Seharusnya, pemerintah mengapresiasi pemerintah daerah dan sekolah yang mem buat regulasi agar peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berpakaian menutup aurat bagi yang beragama Islam sebab hal ini bagian dari ajaran Islam untuk meningkatkan iman dan takwa.

Selain itu, untuk mendidik peserta didik agar taat pada agamanya diperlukan peran aktif semua pihak, yakni guru, orang tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Keterlibatan satuan pendidikan dan pemerintah sangat dibutuhkan dalam mendidik karakter religius, seperti yang diinginkan dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Ketiga, ancaman sanksi pada pemerintah daerah dan sekolah, yang tetap mengatur dan mengimbau peserta didik mengenakan pakaian sesuai khas agamanya (diktum ketiga dan keempat). Akibat ancaman ini, pemerintah daerah dan sekolah tidak berani mengeluarkan pendapat.

Demokrasi pendidikan terhenti oleh SKB ini. Biarkan pemerintah daerah dan sekolah mengatur soal pakaian ini. Setiap aturan bisa dimusyawarahkan. Jika ada warga sekolah tidak setuju, aturan itu tidak bisa dibuat. Di sekolah, misalnya, ada komite sekolah yang di dalamnya ada unsur orang tua.

Komite sekolah turut menentukan boleh tidaknya regulasi yang ditawarkan sekolah. SKB ini mesti dikritisi dengan bijak. Satu sisi perlu diapresiasi karena SKB ini juga menegaskan, pemerintah daerah atau sekolah tidak boleh melarang peserta didik untuk memakai pakaian kekhasan agamanya.

Meski demikian, membebaskan mereka memilih lalu melarang sekolah untuk mengondisikan siswanya seperti penjelasan di atas, adalah kebijakan yang menyesatkan. Hemat penulis, hanya ada dua pilihan: mencabut SKB 3 Menteri atau merevisinya.

Mencabut SKB ini lebih tepat karena sudah ada regulasi yang mengatur pakaian sekolah, dalam bentuk Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendi dikan Dasar dan Menengah. Jika memilih revisi, hilangkan diktum yang kontroversial dari SKB 3 Menteri tersebut, lalu memastikan isi SKB ini seperti yang menjadi tausiyah MUI.

Seharusnya SKB ini berisi, pertama, jaminan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk mengenakan pakaian sesuai ajaran agamanya masing-masing. Kedua, larangan pemerintah daerah dan sekolah mengatur pakaian peserta didik dan tenaga kependidikan untuk berpakaian ke≠khasan agama, yang tidak sesuai dengan agama peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan itu sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement