Rabu 17 Feb 2021 00:08 WIB

UU ITE Hasil Kajian Norma dan Praktik Negara Lain

Pelaksanaan UU ITE tidak boleh menimbulkan rasa ketidakadilan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate  mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo agar implementasi UU ITE tetap memberi keadilan kepada masyarakat.
Foto: GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo agar implementasi UU ITE tetap memberi keadilan kepada masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, merespons permintaan dilakukannya revisi terhadap Undang undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Johnny mengatakan, semangat pembentukan UU ITE sebetulnya untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.

Karena itu, UU ITE merupakan hasil kajian panjang dari norma-norma peraturan perundang-undangan lain yang masih berlaku saat ini. "Misalnya ketentuan dalam KUHP yang berhubungan dengan pasal 28 ayat 2 UU ITE, serta praktik baik negara-negara lain untuk menjaga ruang digital yang aman dan produktif," ujar Johnny melalui pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Selasa (16/2).

Baca Juga

Namun demikian, Pemerintah berpedoman dalam pelaksanaan UU ITE tidak boleh justru menimbulkan rasa ketidakadilan. Karena itu, Menkominfo mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo agar implementasi UU ITE tetap memberi keadilan kepada masyarakat.

Ia mendorong penegak hukum lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran UU ITE dan pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir diterjemahkan secara hati-hati.

"Kominfo  juga mendukung bersama Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, membuat pedoman resmi penafsiran terhadap pasal pasal UU ITE yang dianggap kontroversial di atas agar lebih jelas dan dapat menghindari  penafsiran yang beragam," ungkapnya.

Ia juga memberi penjelasan terkait pasal-pasal yang kerap dipersoalkan tersebut sebelumnya telah beberapa kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE. "Dua pasal itu yang kerap kali dianggap sebagai "Pasal Karet", telah beberapa kali diajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) serta selalu dinyatakan konstitusional," katanya.

Ia memastikan Pemerintah akan mengoptimalkan berbagai langkah tersebut. Namun, jika dalam perjalanannya tetap tidak dapat memberikan rasa keadilan, maka kemungkinan revisi UU ITE juga terbuka. Sebab, UU ITE juga telah mengalami revisi di tahun 2016 dengan merujuk pada beberapa putusan MK.

"Kami mendukung sesuai arahan Bapak Presiden (untuk revisi UU ITE)," kata Politikus Partai NasDem itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement