Selasa 16 Feb 2021 14:47 WIB

Soal SKB 3 Menteri, LKAAM Sumbar akan Surati Presiden dan MA

Masyarakat Minangkabau keberatan SKB 3 menteri karena tak sesuai kearifan lokal.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Agus Yulianto
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat, Sayuti Datuak Rajo Panghulu (Kanan)
Foto: Febrian Fachri/Republika
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat, Sayuti Datuak Rajo Panghulu (Kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat, Sayuti Datuak Rajo Panghulu mengatakan, pihaknya baru saja bertemu tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat yang ada di Sumbar. Mereka membicarakan mengenai kerisauan masyarakat Sumbar karena Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri terkait aturan seragam di sekolah.

Sayuti mengatakan, setelah bertemu di Kantor LKAAM pada Selasa (16/2), mereka akan menyurati Presiden Joko Widodo dan Mahkamah Agung. Surat yang untuk presiden berisi aspirasi masyarakat bahwa SKB tiga menteri ini meresahkan warga Sumbar dan Indonesia.

"Kita akan buat surat ke presiden dan kepada MA. Kepada MA, kita minta agar meninjau kembali SKB 3 menteri ini," kata Sayuti.

Tokoh Sumbar yang hadir di LKAAM Sumbar hari ini adalah Ketua Umum Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Mayjen (Purn) Syamsu Djalal, mantan wakil menteri pendidikan dan kebudayaan Musliar Kasim, mantan wali kota Padang Fauzi Bahar, dan beberapa tokoh lainnya.

Sayuti menyebut, setelah pertemuan ini, sikap yang akan mereka tunjukkan sebagai respons dari SKB 3 menteri ini sudah merepresentasikan Sumbar. Karena, menurut dia, masyarakat Minangkabau keberatan dengan SKB 3 menteri ini. Karena tidak sesuai kearifan lokal di Sumbar.

Baca juga : Fauzi Bahar: SKB 3 Menteri Hilangkan Keberagaman Indonesia

Dia menjelaskan, kearifan lokal Minangkabau mengajarkan perempuan memakai sarung dan kerudung dan laki-laki memakai tudung dan sarung. Karena itulah masyarakat Sumbar merasa tidak cocok dengan SKB 3 menteri yang terkesan menghalangi pelestarian kearifan lokal.

"Mohon dipahami kearifan lokal kami, bahwa kami orang tua ingin mengajarkan anak-anak memakai pakaian yang menutup aurat," ujar Sayuti.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement