Selasa 16 Feb 2021 02:44 WIB

Cerita Mereka yang Pulihkan Mental Usai Terpapar Covid-19

Pemulihan mental sama pentingnya dengan fisik bagi para penyintas Covid-19.

Pasien covid-19 menaiki ojek daring untuk meninggalkan tempat isolasi Graha Wisata Ragunan di Jakarta. Pemulihan mental sama pentingnya dengan fisik bagi para penyintas Covid-19
Foto:

Menenangkan diri

Bermacam cara dilakukan penyintas Covid-19 maupun orang-orang di sekitarnya untuk senantiasa menjaga kesehatan batin. Setelah terpapar Covid-19, Sella merasa jadi lebih sensitif, terutama ketika ditanyai soal kesehatan atau kondisinya.

"Aneh ya, tapi setiap ditanya bagaimana kondisi kita, kita kayak merasa 'oh iya ya, aku sakit, aku Covid.' Malah bikin down," katanya. Dia merasa lebih terhibur ketika ditanya hal-hal lain yang tidak berhubungan, juga ketika mendapatkan bingkisan sebagai bentuk dukungan dari orang terdekatnya, tanpa dibanjiri pertanyaan mengenai kondisinya.

Sella memupuk semangat dengan menonton video-video yang lucu di Youtube, minum vitamin, rajin berjemur, dan tetap berdoa. Selama isolasi, dia menghindari berita-berita soal Covid-19 agar pikirannya lebih tenang.

Sedangkan, Fidin mengurangi interaksi dengan orang lain saat terpapar, pun mengurangi intensitas pemakaian handphone. Fokusnya diarahkan untuk proses penyembuhan. Gawai dipakai hanya untuk keperluan mendesak atau sekadar memberi kabar kepada orang tua.

"Ketika saya mengalami panik berlebihan, saya juga memanfaatkan teknologi yang ada dengan berkonsultasi dengan psikolog lewat platform telemedicine."

Menurut Fidin, diperlakukan sama seperti biasa oleh orang-orang sekitar setelah dia sembuh dari Covid-19 juga merupakan sebuah bentuk dukungan. Apalagi, para penyintas juga semakin sadar dan melek soal Covid-19 serta tetap mengikuti protokol kesehatan, sebab mereka sudah merasakan sendiri "enggak enaknya" kena COVID-19, ujar Fidin.

Berkaca dari pengalaman, Anita mengatakan, dukungan bisa didapatkan dari tetangga terdekat yang bisa membantu dari hal-hal mendasar, seperti memberikan makanan yang mengandung protein untuk membantu proses pemulihan. Dukungan tak sekadar lewat barang, tapi bisa juga melalui perhatian lewat telepon atau sekadar pesan singkat. Sebab, kata Anita, sapaan dan dukungan itu sangat berarti untuk orang yang terpapar virus corona, juga mereka di sekitarnya.

"Memang rasanya Covid-19 adalah penyakit yang 'sunyi atau sendiri', tapi sebenarnya kita sebagai manusia dapat selalu terhubung. Dan terhubung dengan yang lain sangat berarti bagi mereka yang terpapar atau caregiver," ujarnya.

Anita menambahkan, bantuan berupa uang juga bisa membantu karena butuh biaya yang tidak sedikit untuk menjalani tes usap PCR dan antigen berkali-kali, membeli masker medis, sarung tangan medis, vitamin, sampai mendisinfeksi rumah dan segala isinya.

Dian mengatakan hal serupa, butuh biaya untuk menjalankan isolasi mandiri di rumah demi menekan risiko penyebaran virus agar orang-orang yang tinggal seatap darinya tetap terlindung.

“Sungguh menguras kantong,” tutur Dian. Ia menambahkan, fasilitas yang disediakan pemerintah atau kantor masing-masing, bila tersedia, sebaiknya dimanfaatkan karena bakal membantu. Sebagai penyintas, Dian berpesan kepada orang-orang yang mengalami hal sama dengannya untuk tetap bersemangat karena badai pasti berlalu, juga teruslah berusaha agar tetap bahagia agar kekebalan tubuh meningkat.

“Happy bukan orang lain yang kasih, tapi happy kita sendiri yang ciptakan. Sedih boleh, terpuruk jangan.”

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement