Selasa 16 Feb 2021 04:21 WIB

Pengacara Napoleon Sebut Tuntutan Jaksa Copy Paste

Menurut pengacara, faktanya penyerahan dan penerimaan uang tidak pernah dilakukan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Indira Rezkisari
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/2/2021). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Foto: GALIH PRADIPTA/ANTARA
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/2/2021). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 3 tahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Irjen Napoleon Bonaparte. Mantan Kadiv Hubinter Polri itu diyakini telah menerima suap dari terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra.

Menanggapi tuntutan tersebut, kuasa hukum Napoleon, Santrawan T Paparang, menilai tidak ada hal teknis yang seharusnya diangkat menjadi fakta dalam persidangan. "Tuntutan penuntut umum itu copy paste saja dari dakwaan. Sehingga ada hal teknis yang seharusnya diangkat menjadi fakta dalam persidangan itu tidak diangkat," kata Santrawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/2).

Baca Juga

Santrawan pun memberikan salah satu contoh, yakni terkait  pemberian uang dari Tommy Sumardi kepada Irjen Napoleon Bonaparte tidak terbukti di dalam persidangan. Terlebih, keterangan dari Tommy Sumardi hanya bertumpu pada dirinya sendiri.

"Dan itu kami bantai habis dalam persidangan, " ujar Santrawan.

"Sehingga, fakta-fakta yang mengatakan telah terjadi penyerahan uang dari Tommy Sumardi ke Irjen Pol Napoleon Bonaparte, nol, " tambahnya.

Karena, lanjut Santrawan, faktanya penyerahan dan penerimaan uang tidak pernah dilakukan. "Kami menyampaikan ini agar supaya menjadi koreksi bersama," klaimnya.

Menurutnya, bila ada fakta dalam proses persidangan, jaksa seharusnya berani memberikan tuntutan bebas. Karena negara memberi kewenangnan kepada jaksa untuk mengajukan tuntutan bebas bila tidak terbukti.

"Kami tidak mempermasalahkan karena kata jaksa penuntut umum cuma terfokus pada kata dan kalimat menuntut mengadili.  Jadi kami akan mengajukan hak kami selaku tim penasehat hukum untuk mengajukan pleidoi atau pembelaan. kami mohon waktu satu minggu," ujar Santrawan.

Dalam perkara ini, Irjen Napoleon Bonaparte diyakini menerima suap sebesar 200 ribu dolar AS dan 270 ribu dolar AS melalui pengusaha Tommy Sumardi. Suap tersebut bertujuan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari red notice interpol Polri, karena saat itu Djoko Tjandra masih berstatus DPO dalam kasus hak tagih bank Bali.

Irjen Napoleon didakwa sebagai penerima suap bersama dengan Brigjen Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Dalam dakwan itu Brigjen Prasetijo disebut menerima uang sebesar 100 ribu dolar AS. Napoleon dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement