Senin 15 Feb 2021 19:13 WIB

Sanksi untuk Penolak Vaksin dan Kesepakatan yang Dilanggar

DPR menilai pemerintah melanggar kesepakatan untuk tidak menyanksi penolak vaksin.

Warga mengusung poster bertajuk Peduli Literasi Anti Hoax Vaksinasi saat aksi di Jalan Gajah Mada, Solo, Jawa Tengah, Selasa (9/2/2021). Aksi tersebut digelar untuk memperingati Hari Pers Nasional sekaligus mengajak masyarakat agar bijak bersosial media dan tidak mudah menyebar berita hoax.
Foto:

Menurut Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene, pemerintah telah melanggar kesepakatan dengan DPR terkait pemberian sanksi bagi masyarakat yang menolak vaksin Covid-19. Dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Pemerintah 14 Januari 2021 lalu, disepakati bahwa tidak diutamakan sanksi bagi masyarakat yang tidak melaksanakan vaksinasi.

Politikus Partai NasDem itu mengatakan, bahwa kesepakatan tersebut tercantum dalam laporan singkat Rapat Kerja antara Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan, BPOM, BPJS Kesehatan, pada poin 1 ayat g.

"Tidak mengedepankan ketentuan dan/atau peraturan denda dan/atau pidana untuk menerima vaksin Covid 19," bunyi poin 1 ayat g tersebut.

"Perpres tersebut menurut kesimpulan rapat ini, sudah bertentangan. Intinya adalah, pemerintah sudah melanggar kesepakatannya dengan Komisi IX DPR. Pemerintah sudah melanggar, karena kesepakatan itu mengikat kedua pihak, pemerintah dan DPR. Apa gunanya kita rapat kalau itu tidak ada legitimatenya," ujar Felly dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/2).

Felly menambahkan, selain bertentangan dengan kesepakatan Raker Komisi IX dengan pemerintah tertanggal 14 Januari 2021, Perpres 14/2021 tersebut juga melanggar Peraturan Tata Tertib DPR RI No 1 Tahun 2020 Pasal 61. Pasal 61 Tatib DPR berbunyi: Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh pemerintah.

Selain itu, menurutnya segala bentuk penerapan denda atau hukuman juga bertentangan dengan anjuran WHO. Felly mengungkapkan WHO sangat mengedepankan sosialisasi kepada masyarakat melalui iklan sosial masyarakat, sosialisasi langsung dari tenaga kesehatan (nakes) kepada masyarakat, juga berbagai bentuk sosialisasi lainnya agar pesan positif sampai di masyarakat. Sehingga, persepsi buruk terkait vaksin Covid-19 bisa tertangani dengan sosialisasi tersebut.

"Tetapi yang dilakukan pemerintah sebaliknya. Kalau kita ancam bisa saja malah masyarakat semakin antipati," tuturnya.

Komisi IX DPR meminta pemerintah melakukan kampanye manfaat vaksin kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat diharapkan memahami apa kerugian jika tidak divaksin.

"Ancaman sanksi ini tidak pas. Bagi kami, ini melanggar hak-hak juga. Tidak boleh seperti ini," tegasnya.

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sandrayati Moniaga mengatakan, setiap orang memiliki hak menentukan pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya berlaku dalam kondisi umum. Namun, dalam kondisi wabah penyakit menular ada ketentuan khusus yang berlaku.

"Pasal 5 UU 36/2009 dibaca pada konteks pelayanan kesehatan primer bagi penyakit yang tidak menular. Maka UU 4/84 berlaku khusus (lex specialist) karena konteksnya menular, " jelas Sandra kepada Republika, Senin (15/2).

"Monggo, Silakan dipikirkan soal ancaman tak mau vaksin dipenjara 1 tahun, " tambah Sandra.

Dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dijelaskan: "Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.

Sementara dalam  Pasal 5 ayat 3 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu; "Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang di perlukan bagi dirinya"

"Artinya kebijakan pemerintah dapat merujuk pada UU 4/84 tersebut," ujar Sandra.

Hal tersebut, lanjut Sandra, dijalankan dengan asumsi bahwa pemberian vaksin tersebut diyakini dapat menjadi cara efektif untuk penanggulangan wabah. "Nah, soal efektivitas merupakan ranah IDI dan komunitas ahli kesehatan lainnya, " ucapnya.

In Picture: Rencana Vaksinasi Covid-19 Bagi Pedagang Pasar Tanah Abang

photo
Pedagang merapikan barang dagangannya di Skybridge Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (15/2). Sebanyak 55.000 pedagang Tanah Abang akan menjalani vaksin Covid-19 yang merupakan pilot project dari program vaksinasi tahap kedua dari pemerintah pada Rabu (17/2). Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement