REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi PDIP DPR Aria Bima mengatakan tidak setuju ada perubahan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang akan masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Menurut Aria, UU Pilkada sebaiknya direvisi setelah pelaksanaannya pada 2024 nanti.
"Saya sangat berharap undang-undang ini nanti kita ubah kalau Pilkada 2024 mengalami berbagai kendala. Walau mungkin kehendak teman-teman melihat ada kekurangan-kekurangan," ujar Aria dalam rapat paripurna, Rabu (10/2).
UU Pilkada yang ada saat ini, kata Aria, merupakan bagian dari konsolidasi demokrasi di Indonesia agar semakin baik. Untuk itu semua pihak dimintanya untuk konsekuen dan berkomitmen dengan regulasi yang ada.
"Kita jangan melecehkan hasil yang kita buat sendiri. Karena apa, undang-undang ini kita buat, kita paripurnakan, kita serahkan kepada pemerintah untuk dilaksanakan," ujar Aria.
Diketahui, Komisi II DPR sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sebab ada dinamika yang berkembang di balik rencana tersebut dan situasi pandemi Covid-19 yang membutuhkan fokus dari semua pihak.
Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, revisi UU Pemilu merupakan usulan dari pihaknya. Di samping itu tidak ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR terkait hal tersebut, sehingga pihaknya memutuskan untuk tak melanjutkan pembahasannya.
"Kami sepakat umtuk tidak melanjutkan pembahasan ini dan mekanisme selanjutnya akan kami serahkan kepada mekanisme di DPR. Apakah tadi pertanyaannya mau didrop atau tidak itu kewenangan instansi lain," ujar Doli di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (10/2).
Selanjutnya, Komisi II akan menyampaikan kesepakatan tersebut kepada pimpinan DPR. Agar pimpinan DPR dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) dapat memutuskan apakah RUU Pemilu akan dikeluarkan atau tidak dari program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.