Rabu 10 Feb 2021 16:13 WIB

PPKM Setengah Hati dan PPKM Mikro yang Seakan Melonggar

Satgas tegaskan, kelanjutan PPKM mikro bukan semata pelonggaran tanpa batasan.

Petugas gabungan memberi hukuman push up kepada warga yang tidak mengenakan masker saat operasi gabungan patroli pengawasan dan penegakan disiplin (Gakplin) protokol kesehatan Covid-19 di Antapani Kidul, Kecamatan Antapani, Kota Bandung, Rabu (10/2). Operasi tersebut digelar dalam rangka pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro guna menertibkan masyarakat agar lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19 serta mencegah penyebaran Covid-19 di tingkat desa atau kelurahan. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto:

Selanjutnya, dalam Instruksi Mendagri Nomor 3 juga terdapat mekanisme koordinasi pengawasan dan evaluasi PPKM mikro yang akan dilakukan oleh Posko tingkat desa atau kelurahan dengan melibatkan ketua RT serta Linmas, Babinsa, PKK, Posyandu, Dasawisma, tokoh agama, tokoh masyarakat, tenaga kesehatan, serta karang taruna.

Selain itu, pemberlakuan kebijakan zonasi pengendalian wilayah hingga ke tingkat RT akan terbagi dalam empat jenis zonasi dengan skenario pengendalian yang menyesuaikan masing-masing zonasi, yakni zona hijau, kuning, oranye, dan zona merah. Pada zona hijau, artinya wilayah tanpa kasus terkonfirmasi positif dengan skenario pengendalian surveilans aktif dan pemantauan rutin pada suspek.

Zona kuning, artinya wilayah dengan satu sampai lima kasus terkonfirmasi positif dalam tujuh hari terakhir. Skenario pengendaliannya, yaitu menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat serta isolasi mandiri dan pengawasan ketat.

Sementara zona oranye berarti di wilayah tersebut terdapat kasus terkonfirmasi positif antara enam sampai 10 kasus selama tujuh hari terakhir. Skenario pengendaliannya adalah menemukan suspek, isolasi mandiri dengan pengawasan ketat, isolasi mandiri dan penutupan rumah ibadah berikut tempat umum lainnya, kecuali yang menyangkut kegiatan esensial yang diatur dalam kebijakan PPKM mikro.

Sedangkan zona merah ialah wilayah dengan lebih dari 10 kasus terkonfirmasi positif selama tujuh hari terakhir dengan skenario pengendaliannya, yakni menemukan kasus suspek, penelusuran kontak erat, isolasi mandiri, pengawasan ketat, penutupan rumah ibadah serta tempat umum lainnya kecuali yang menyangkut kegiatan esensial.

Selain itu, juga ditambahkan dengan pelarangan kerumunan jika terdapat lebih dari tiga orang dan membatasi mobilitas keluar rumah di atas jam 20.00 serta meniadakan kegiatan sosial.

Untuk skenario pengendalian PPKM mikro akan dilakukan pos komando tingkat desa atau kelurahan dimana akan melakukan pendataan hingga ke tingkat RT/RW dan hasil olahan datanya ialah zonasi. "Zonasi inilah yang akan menjadi dasar langkah pengendalian Covid-19 di masing-masing zona," kata dia.

Selain menerapkan PPKM mikro, pemerintah juga akan menggalakan upaya penelusuran atau tracing. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, namun mengungkapkan angka kasus positif Covid-19 di Indonesia diprediksi melonjak seiring semakin digencarkannya tracing yang melibatkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas.

Strategi menggencarkan tracing terhadap orang yang kontak dengan orang yang positif covid-19 tersebut, juga dilakukan di India yang belakangan terbukti menekan angka penularan covid-19. Nantinya, upaya tracing tersebut akan dilakukan menggunakan metode swab antigen maupun swab PCR.

Saat ini baru ada sekitar 5.000 tracer yang sudah direkrut. Jumlah tersebut masih jauh dari standar WHO yang mengharuskan ada 30 tracer per 100 ribu penduduk. Indonesia masih membutuhkan 80 ribu tracer untuk melakukan tracing terhadap 269 juta penduduk.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, optimistis dengan kemampuan testing dan tracing di Tanah Air. Secara umum, Prof Tjandra yakni laboratorium yang ada di Indonesia mampu untuk memaksimalkan testing dan tracing.

Hanya saja, lab yang ada harus didukung sistem surveilans yang mumpuni sehingga kasus terdeteksi dan kontak teridentifikasi. Kedua, tersedia petugas lapangan untuk mendatangi suspek dan semua kontaknya.

"Ketiga, ada sistem pencatatan dan pelaporan yang sistematis, sedapat mungkin real time dan terverifikasi dari waktu ke waktu," kata Prof Tjandra pada Republika, Rabu (10/2).

Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes Kemenkes itu juga mengingatkan pentingnya dukungan anggaran untuk melaksanakan penguatan tracing. Terakhir, ia menyarankan digitalisasi harus mulai dilakukan, misalnya dalam bentuk aplikasi yang harus dimiliki semua penduduk.

"Ini tentu tanpa menghalangi privasi seseorang, atau telemedicine dan telekonsultasi, surveilans genomik, atau juga sistem digital monitoring untuk mendapatkan data valid sebagai dasar pengambilan keputusan kesehatan masyarakat," ujar Prof Tjandra.

Prof Tjandra optimis penguatan tracing dapat menekan laju penularan Covid-19. Sebab pada prinsipnya, pandemi dapat diredam dengan penguatan 3T (testing, tracing, treatment).

"Memang anjuran umum bahwa pandemi hanya bisa dikendalikan kalau 3 M maksimal, 3 T maksimal dan vaksinasi juga maksimal," ucap mantan Direktur WHO SEARO tersebut.

photo
PPKM di DKI Jakarta dan Jawa Barat dinilai belum berhasil - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement