REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah lembaga survei dalam hasil survei terbarunya menunjukan bahwa mayoritas responden tak setuju Pilkada digelar serentak dengan Pilpres. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan ada banyak kekurangan di dalam UU nomor 7 tahun 2017 yang mengatur tentang Pemilu. Luqman mencatat ada sejumlah substansi yang harus diperbaiki dalam UU pemilu yang berlaku saat ini.
"Banyaknya penyelenggara pemilu (paling banyak petugas KPPS) meninggal dunia pada pemilu 2019 akibat aturan penghitungan suara yang harus selesai pada hari pemungutan suara," kata Luqman kepada Republika, Selasa (9/2).
Sedangkan, ia menambahkan, batas maksimum hak pilih tiap TPS masih sangat tinggi, yakni 500 pemilih dengan lima kertas suara. Beban penghitungan yang dibatasi waktu, menyebabkan banyak petugas KPPS kelelahan, sakit dan meninggal dunia.
Kemudian praktik politik uang pada pemilu 2019 makin massif dan besar angka rupiahnya jika dibandingkan pemilu 2014 dan 2009. Ini disebabkan aturan penegakan hukum terhadap praktik money politic yang tidak tegas dan efektif.
"Semakin kuatnya pengaruh money politic dalam pemilu, tentu merusak hakikat demokrasi dan menyebabkan kekuasaan yang dihasilkan pemilu mengalami penurunan legitimasi dan cenderung korup," ujarnya.
Luqman menambahkan, prinsipnya Fraksi PKB tidak menolak adanya kebutuhan merevisi undang-undang pemilu dan pilkada. Hanya saja saat ini pemerintah saat ini tengah fokus dalam penanganan covid-19.
"Pembentukan undang-undang harus dilakukan DPR bersama pemerintah. Tidak bisa hanya oleh salah satu pihak," ungkapnya.
"Nampaknya, saat ini pemerintah sedang butuh konsentrasi penuh menangani pandemi Covid-19 beserta berbagai dampaknya, seperti pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, stagnasi pendidikan dan lainnya. PKB, sebagai bagian koalisi pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo, memiliki tanggungjawab besar untuk bersama-sama mensukseskan agenda pemerintah," imbuhnya.
Sebelumnya dalam survei yang dilakukan Indikator diketahui sebanyak 63,2 persen menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat mendukung agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) tak digelar serentak dengan pemilihan presiden dan legislatif pada 2024. Sementara itu berdasarkan Index Politica dalam survei terbarunya juga merilis data bahwa sebanyak 53,4 persen responden tak setuju Pilkada digelar bersamaan dengan Pileg dan Pilpres. Hanya 14,1 persen responden yang setuju Pilkada digelar bersamaan dengan Pileg dan Pilpres.