Selasa 09 Feb 2021 19:19 WIB

Permohonan Merujuk Ustadz Maaher ke RS Ummi Ditolak Polri

Pihak Bareskrim lebih memilih merawat Ustadz Maaher ke RS Polri.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Soni Eranata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi.
Foto:

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono mengatakan, Polri memilih Maaher dirawat di RS Polri Kramat Jati karena alasan kesiapan alat medis dan kemampuan petugas perawatan. Disamping itu pembantaran di RS Polri karena memiliki fasilitas yang tepat untuk merawat seorang tahanan.

"Jadi kalau di RS Polri kita sudah punya ruangan khusus, penjagaan khusus dan dokter-dokternya pun punya kemampuan untuk merawat sebenarnya penyakit dari Soni Eranata. Pertimbangannya itu. Kalau di RS Polri kan sudah ada," ungkapnya.

Sedangkan, lanjut Rusdi, apabila Maaher dibantarkan ke RS Ummi, dikhawatirkan fasilitas kesehatan di sana tidak memiliki tempat untuk seorang tahanan. Karena bagaimanapun, kata dia, pasien dengan status tahanan ditempatkan di ruangan khusus.

"Namanya tahanan seperti itu ada ruangan khusus penanganan khusus dan sebagainya, kalau di Ummi kan belum tentu ada," terang Rusdi.

Sebelumnya, istri almarhum Ustaz Maaher at-Thuwailibi Iqlima Ayu pernah meminta agar suaminya segera dirujuk di rumah sakit yang ada di Bogor dengan pengawalan dari pihak kepolisian. Karena di rumah sakit tersebut suaminya kerap berobat, dan pastinya ada catatan medisnya. Menurutnya, Ustaz Maheer tidak memiliki riwayat penyakit lain selain TB Usus tersebut.

"TB usus yang emang obatnya tidak boleh putus sembilan bulan. Dari sini (Rutan Bareskrim Polri) dibawa dan dikawal pihak kepolisian ke RS," harap Iqlima pada akhir Januari lalu.

Maaher ditangkap karena kasus  kasus ujaran kebencian di media sosial. Dia ditangkap polisi  di kawasan Tanah Sereal, Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 04.00 WIB, Kamis (4/12/2020).  Tokoh kontroversial ini ditangkap  berdasarkan laporan polisi bernomor LP/B/0677/XI/2020/Bareskrim pada 27 November 2020. Dia terancam 6 tahun penjara.

"Sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan ancaman pidana penjara 6 tahun dan atau denda paling tinggi 1 Miliar rupiah," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (3/12).

photo
Infografis FPI Terus Diburu - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement