Senin 08 Feb 2021 02:16 WIB

Perajin Baduy Coba Bertahan di Tengah Pandemi

Para perajin dan pedagang aneka kerajinan Baduy terpukul akibat pembatasan pandemi.

Perajin memproduksi angklung buhun di Cibeber, Lebak, Banten, Selasa (15/12/2020). Produksi Angklung Buhun tradisional khas masyarakat adat Sunda Baduy tersebut dijual dengan harga Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per set dan telah melayani pesanan ke berbagai negara seperti Jerman, Belanda, Prancis, Malaysia dan Singapura.
Foto: ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas
Perajin memproduksi angklung buhun di Cibeber, Lebak, Banten, Selasa (15/12/2020). Produksi Angklung Buhun tradisional khas masyarakat adat Sunda Baduy tersebut dijual dengan harga Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per set dan telah melayani pesanan ke berbagai negara seperti Jerman, Belanda, Prancis, Malaysia dan Singapura.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Perajin masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten hingga kini masih mencoba bertahan di tengah pandemi Covid-19 guna meningkatkan pendapatan ekonomi.

"Meskipun permintaan konsumen itu relatif kecil, namun tetap produksi aneka kerajinan bertahan," kata Jali (65) seorang pedagang di pemukiman Baduy Kampung Kadu Ketug III Desa Kanekes Kabupaten Lebak, Ahad (8/2).

Para perajin dan pedagang aneka kerajinan Baduy sangat terpukul di tengah pandemi Covid-19, karena permintaan konsumen menurun drastis akibat dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Saat pemberlakuan PSBB, kawasan wisata tertutup dari pengunjung guna pengendalian pandemi.

 

Kawasan Baduy sampai tanggal 17 Februari 2021 ditutup dan tidak boleh dikunjungi wisatawan sehubungan diberlakukan PSBB tersebut. "Kami paling bantar sekarang mendapatkan omzet sekitar Rp 400 ribu/pekan," kata Jali.

Ia mengatakan, dirinya puluhan tahun sebagai pedagang aneka produk kerajinan Baduy mulai lomar atau ikat kepala, tas koja, kain tenun Baduy, batik Baduy, selendang khas Baduy hingga souvenir kali pertama terpukul masa pandemi Covid-19.

Bahkan, di kawasan pemukiman Baduy yang masih bertahan menjual produk aneka kerajinan adat bisa dihitung jari tangan. Sebelumnya, para pedagang yang menjual produk aneka kerajinan Baduy terlihat di bale-bale rumah di kawasan pemukiman Baduy.

"Kami berharap pandemi itu berakhir dan produk kerajinan Baduy kembali seperti dulu lagi dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga," katanya menjelaskan.

Begitu juga Neng (45) seorang perajin kain tenun Baduy warga Kadu Ketug I Desa Kanekes Kabupaten Lebak mengaku bahwa dirinya kini tetap masih melayani permintaan konsumen, namun jumlahnya sangat kecil.

Produksi kain tenun Baduy untuk melayani konsumen itu berkisar antara dua sampai lima kain tenun dengan pendapatan Rp 1,2 juta/bulan.

Selama ini, dirinya juga masih bertahan menjual aneka produk kerajinan Baduy, meski kunjungan wisatawan ditutup. "Kami tetap bersikap sabar, sebab adanya pandemi Covid-19 merupakan ujian," katanya menjelaskan.

Sementara itu, Tetua masyarakat Suku Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan tak kurang 2.000 pelaku kerajinan masyarakat Suku Baduy terancam gulung tikar dengan adanya pandemi Corona itu.

Mereka yang masih bertahan memproduksi kerajinan dan pedagang di kawasan Baduy sangat menurun karena produknya tidak laku.

Bahkan, saat ini dipastikan pengunjung wisatawan dilarang memasuki kawasan pemukiman Baduy karena diberlakukan PSBB itu. "Kami berharap penyebaran pandemi Corona segera berakhir dan kunjungan wisatawan kembali normal," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement