REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Sonny Widjaja menepis dugaan adanya keterlibatan para mantan menteri dalam skandal pada perusahaan perlindungan jiwa pensiuan tentara dan kepolisian tersebut. Purnawirawan bintang tiga itu menegaskan, dirinya yang akan bertanggung jawab jika penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat membuktikan kerugian negara yang dikatakan setotal Rp 23,7 triliun tersebut.
Lewat pengacaranya, Sonny mengatakan, tak perlu ada spekulasi tentang keterlibatan mantan menteri pertahanan (Menhan), maupun eks menteri BUMN dalam kasus di Asabari. Karena, menurut Sonny, yang patut dipersalahkan atas dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana Asabr adalah internal di perusahaan asuransi pelat merah tersebut.
“Pak Sonny menyampaikan, masalah ini enggak usah melebar ke mana-mana. Beliau (Sonny) sangat profesional, dan beliau siap mempertanggungjawabkan jika memang benar beliau yang bersalah,” ujar pengacara Ferry Juan, saat dihubungi Republika, Ahad (7/2).
Menurut Ferry, seperti dikatakan Sonny, struktur pengendali dan pengawasan di Asabri, tak sampai melibatkan Kemenhan, maupun Kemen-BUMN. Terutama dalam pengambilan keputusan maupun menyangkut transaksi perusahaan yang menjadi fokus penyidikan.
“Jadi enggak usah ke mana-mana. Asabri itu, ada pengawasan internal, ada komite risiko, kebijakan analisis, dan lain-lain. Enggak perlu bawa-bawa (mantan) Menhan, (eks) Menteri BUMN itu urusannya bukan cuma Asabri. Pak Sonny, siap untuk menjelaskan sendiri apa yang terjadi sebenarnya di Asabri,” kata Ferry menambahkan.
Komentar Sonny ini, dikatakan Ferry, menanggapi pernyataan pengacara sejumlah tersangka kasus Asabri, yang menyeret adanya dugaan keterlibatan mantan Menhan, maupun eks Menteri BUMN, Kamis (4/2).Sonny, mantan Dirut Asabri 2016-2020 yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejakgung terkait penyidikan dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 23,7 triliun.
Selain Sonny, penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), juga menetapkan Dirut Asabri 2011-2016 Adam Rachmat Damiri sebagai tersangka. Sonny, dan Adam, adalah dua purnawirawan Angkatan Darat (AD) dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal, dan Mayor Jenderal.
Kejagung, dalam penjelasannya, Senin (1/2) menuduh mantan Pangdam Siliwangi dan eks Pangdam Udayana itu bersekongkol masing-masing bersama Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat terkait pengendalian, dan pengaturan transaksi pembelian saham MYRX, dan TRAM 2019-2020. Pembelian saham tersebut, dikatakan penyidik sebagai salah satu penyebab Asabri bobol, yang berujung pada kerugian negara.
Benny Tjokro, dan Heru Hidayat bukan nama baru dalam bisnis di bursa efek. Bos dari PT Hanson Internasional, dan Trada Alam Mineral itu, dalam kasus Asabri ini juga ditetapkan tersangka. Meskipun keduanya, saat ini, sedang menjalani pidana penjara seumur hidup atas vonis korupsi dan pencucian uang (TPPU), dalam kasus serupa di PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara setotal Rp 16,8 triliun.
Dalam penyidikan Asabri, Jampidsus-Kejagung juga menetapkan satu swasta lainnya sebagai tersangka, yakni Lukman Purnomosidi, dirut PT Prima Jaringan. Adapun tersangka lain dari jajaran direksi. Yakni tersangka Hari Setiono selaku Direktur Investasi Asabri 2013-2019, juga Bachtiar Efendi mantan Direktur Keuangan Asabri 2008-2014, serta Ilham W Siregar (IWS) Kepala Divisi Investasi Asabri 2012-2017.
Terkait penyidikan kasus Asabri ini, Ferry melanjutkan, Sonny berjanji untuk mengungkap masalah yang sebenarnya agar terang-benderang di penyidikan maupun di pengadilan. Termasuk dikatakan Ferry, janji Sonny untuk membeberkan proses transaksi, dan pengendalian, serta pembelian saham, maupun reksadana yang dianggap bermasalah.
“Pak Sonny, tidak pernah mengeluarkan kebijakan baru untuk pembelian saham baru. Saham-saham yang bermasalah itu (MYRX-TRAM), sudah ada sebelum beliau (Sonny) menjadi dirut. Beliau hanya melanjutkan transaksi dari direksi-direksi sebelumnya untuk recovering (pemulihan),” kata Ferry.
Sebab itu, Ferry meyakinkan, kliennya merasa tak bersalah dalam pengambilan keputusan melanjutkan proses transaksi atas pembelian saham-saham yang sudah ditentukan oleh direksi sebelumnya. “Jadi, yang dilakukan Pak Sonny itu, perpanjangan transaksi. Karena Asabri sebelumnya sudah rugi, beliau memperpanjang pembelian itu, untuk mengembalikan kerugian,” terang Ferry.
Menurut Ferry, Sonny berencana untuk mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Pun, akan resmi mendaftarkan diri ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), untuk mengungkap kasus yang menjeratnya itu.