REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedagang alat kesehatan di Pasar Pramuka masih menjual alat rapid test atau tes cepat secara bebas kepada masyarakat umum. Padahal, Kementerian Kesehatan telah menyatakan bahwa alat tes cepat hanya boleh dibeli oleh pihak fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Penjualan alat tes cepat secara bebas itu terbukti ketika wartawan Republika mendatangi Pasar Pramuka, Jakarta Timur, pada Sabtu (6/2). Pedagang tak mempermasalahkan masyarakat umum untuk membeli.
"Ya tidak masalah kok untuk beli pribadi. Banyak kok yang beli. Yang beli itu emang untuk pribadi," kata pria berbaju biru yang tokonya berada di sisi luar kiri Pasar Pramuka. Ia membanderol satu paket alat tes cepat antbodi seharga Rp 625 ribu. Sedangkan alat tes antigen Rp 1 juta.
Pedagang kedua yang wartawan Republika temui juga menyampaikan hal serupa. Ia mempersilakan wartawan Republika untuk membeli tanpa harus membawa surat izin ataupun surat yang menandakan sebagai tenaga kesehatan.
"Mau beli banyak atau satuan?" kata pria berbaju batik itu di tokonya yang berada di bagian tengah Pasar Pramuka. Saat mengetahui wartawan Republika hendak membeli satuan alias hanya satu set saja, ia membanderol harga alat tes antibodi Rp 900 ribu dan alat tes antigen Rp 1,4 juta.
Ketika ditanya soal apakah pembeliannya butuh surat izin karena digunakan untuk pribadi, pria itu memastikan hal itu tak diperlukan sama sekali. "Tidak perlu surat-surat izin segala. Buat ngetes-ngetes pengen tahu pribadi mah tidak apa-apa. Udah banyak kok yang beli," kata dia.
Pedagang ketiga yang wartawan Republika temui di Pasar Pramuka juga menyampaikan hal serupa. Dari tiga pedagang yang ditemui, semuanya tak mempersoalkan latar belakang pembeli, apakah tenaga kesehatan atau khalayak umum.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Jumat (5/2), mengatakan, alat tes cepat Covid-19 tidak boleh diperjualbelikan untuk masyarakat umum karena butuh kompetensi khusus hanya tenaga kesehatan (nakes) yang bisa melakukannya.
Terkait pelanggaran jual beli alat tes cepat di Pasar Pramuka, Nadia menyebutkan penegakan hukumnya berada pada pihak kepolisian. Acuannya adalah daftar izin edar dari Direktorat Fatmasi dan Alat Kesehatan (Farmalkes) Kemenkes.
Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Argo Yuwono, Kamis (5/2) mengatakan, pihaknya akan mencari tahu kebenaran soal adanya penjualan alat tes cepat Covid-19 di Pasar Pramuka. Jika ditemukan pelanggaran hukum, maka akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Republika telah mencoba menanyakan kembali hal ini kepada Irjen Argo pada Sabtu (6/2). Namun, Argo enggan memberikan keterangan. "Silakan ke Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus," kata Argo kepada Republika.
Republika telah mencoba menghubungi Kombes Yusri, namun hingga berita ini ditulis ia tak merespons.
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur Kompol Indra Tarigan mengatakan, persoalan penjualan alat tes cepat adalah ranahnya Subdit Industri Perdagangan (Indag) pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Metro Jaya. "Itu yang lebih kompeten di Subdit Indag. Kalau kita (Satreskrim Polres Jaktim) pidana murni kan," kata Indra kepada Republika, Sabtu.
Indra menjelaskan, Subdit Indag nantinya yang bakal menyelidiki dan menentukan apakah penjualan alat tes cepat itu ada unsur pidananya atau hanya pelanggaran aturan Kementerian Kesehatan saja. "Nantinya tergantung permasalahannya, kalau memang pidana kita (polisi) yang tangani. Kalau pelanggaran itu bukan kami yang memberikan sanksi seperti pencabutan izin atau penghentian proses jual beli," ujarnya.
Hingga berita ini ditulis, Republika belum berhasil menghubungi Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya maupun Kepala Subdit Indag pasa Ditkrimsus Polda Metro Jaya.
Adapun Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Pramuka, Edi Haryanto, berdalih bahwa para pedagang ketika menjual alat cepat selalu mengasumsikan para pembelinya adalah pihak kesehatan atau tenaga kesehatan. "Kita tidak punya kapasitas untuk bertanya lebih jauh ke pembeli. Kalau ada orang datang, kita sudah menganggap si pembeli itu paham (orang kesehatan). Kalau orang tidak paham kan tidak mungkin mau beli," kata Edi kepada Republika, Sabtu.
Kendati demikian, Edi mengakui bahwa sejumlah alat tes cepat di Pasar Pramuka memang dibeli masyarakat umum. "Ada (masyarakat umum yang beli), tapi tidak banyak, lah," kata pria yang juga menjual alat tes cepat itu.
Edi pun menyampaikan pembelaannya. Ia menyebut, ketika alat tes cepat digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk publik, maka tak ada masalah. "Dalam arti, ‘ah saya was-was saya pengen tahu’, kebetulan dia nakes atau orang yang paham cara pemakaian, ya tak masalah. Asalkan tidak mengeluarkan surat hasil tes cepat," ujar Edi.