Kamis 28 Jan 2021 16:50 WIB

Pandemi Percepat Pergeseran Paradigma Pariwisata Indonesia

Pariwisata Indonesia mengalami penurunan sebanyak 70 persen.

Kampus UBSI  bersinergi dengan World Tourism Day (WTD) menggelar talk show nasional dengan mengusung tema ‘Indonesia Tourism Outlook 2021 & Beyond’.
Foto: Dok UBSI
Kampus UBSI bersinergi dengan World Tourism Day (WTD) menggelar talk show nasional dengan mengusung tema ‘Indonesia Tourism Outlook 2021 & Beyond’.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Kampus Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) bersinergi dengan World Tourism Day (WTD) telah berhasil melaksanakan talk show nasional dengan mengusung tema ‘Indonesia Tourism Outlook 2021 & Beyond’ . Kegiatan itu diadakan secara daring melalui Zoom cloud meetings dan live pada channel youtube Yayasan World Tourism Day Indonesia, Rabu (20/1).

Talk show itu bertujuan meningkatkan kesadaran tentang peran pariwisita dalam komunitas internasional dan menunjukkan bagaimana pariwisata mempengaruhi nilai-nilai sosial, budaya, politik, dan ekonomi di seluruh dunia.

Talk show nasional yang dipandu oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) kampus UBSI, Ani Wijayanti selaku moderator dan Agus Canny, ketua Yayasan Hari Pariwisata Dunia selaku host,  menghadirkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf)  Sandiaga Uno sebagai keynote speaker. Narasumber yang hadir Wakil Menteri Pariwisata 2011 – 2014, Sapta Nirwandar;  Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, Azril Azahari;  akademisi dan peneliti dari James Cook University, Hera Oktadiana;  dan CEO EL John Indonesia, Martinus Johnnie Sugiarto.

“Kondisi pandemi sekarang ini mempercepat pergeseran paradigma pariwisata Indonesia. Paradigma adalah sudut pandang orang melihat sesuatu gejala yang ada di masyarakat dan fenomena,” tutur Azril seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (20/1).

Ia melanjutkan,  “Sehingga, kita melihat dari sebelum 1980 pariwisata Indonesia sudah berkembang dan meningkat.”

Hal itu dimulai dari masa quantity tourism sebelum 1980, alternative tourism sejak 1980 – 2000, quality tourism 2000 – 2020, krisis pandemi  Covid-19 dimulai 2020 – 2021 dan special interest dari 2021 hingga sekarang.

“Masalah dasar yang membebani sumber daya manusia di pariwisata Indoneisa di antaranya, belum tersusunnya RIP SDM Pariwisata, perencanaan tenaga kerja pariwisata, dan belum disempurnakannya (revisi) KBJI 2014 sektor pariwisata,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Sapta mengatakan bahwa dampak yang diberikan oleh Covid-19 pada pariwisata Indonesia  antara lain travel restriction, travel bubble, international health certification, behaviour change, dan purchasing power.

“Pariwisata Indonesia mengalami penurunan sebanyak 70 persen  atau sekitar 3,5 juta wisatawan dibandingkan  dua tahun sebelumnya,” paparnya.

Ia menyebutkan Indonesia sedang menyatukan frekuensi pariwisata halal di Indonesia. Bicara wisata halal, bukan tentang destinasi atau tempat tujuan wisatanya, melainkan tentang pelayanannya.

“Pariwisata halal bukan berdasarkan zonasi, tetapi memperkuat barang dan jasa yang didorong agar sesuai dengan aturan syariat Islam untuk wisata halal. Dimulai dari sertifikasi halal restoran, hotel dan lainnya,” jelasnya.

Selanjutnya, Hera mengatakan bahwa pariwisata Indonesia back to 2019. Karena Covid-19, sudah banyak sekali krisis dari pandemic sangat berpengaruh industri pariwisata.

“Begitu banyak penurunan jumlah wisatawan pariwisata dunia dan sudah banyak merugi, yakni  sebanyak 82 persen secara global,” jelasnya.

Melengkapi tema paparan talk show tersebut, Martinus mengutarakan bahwa ide pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi modal kuat bagi pelayanan pariwisata di Indonesia.

“Kami ingin mendorong kualitas SDM generasi muda di Indonesia yang bagus-bagus. Karena jika SDM bagus, produk kurang sedikit pun akan tertutup dengan pelayanan dari kualitas SDM pariwisata Indonesia terus meningkat,” tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement