REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto mengatakan, ketentuan dalam draf RUU Pemilu yang melarang mantan anggota HTI untuk mengikuti pemilihan umum itu telah melampaui batas. Bahkan, boleh disebut melanggar ketentuan terkait hak politik warga negara.
"Atas dasar apa ketentuan itu dibuat? Berdasarkan putusan Menkumham tahun 2017, status BHP (Badan Hukum Perkumpulan) HTI memang telah dicabut. Dan menurut UU Ormas yang sudah diperPerppukan, ormas yang dicabut BHP nya dinyatakan bubar. Tapi, tidak lantas berarti menjadi ormas terlarang. Itu melanggar ketentuan terkait hak politik warga negara," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (27/1).
Kata dia, jika ketentuan draf RUU Pemilu itu dibuat berdasarkan atas kesalahan yang dibuat oleh HTI, maka pihaknya ingin pemerintah menunjukkan kesalahan apa yang telah dibuat oleh HTI, sehingga harus dibuat ketentuan seperti itu.
"Pernahkan HTI berontak, melakukan separatisme, terlibat dalam kriminalitas atau korupsi? Tidak sama sekali. Sementara di depan mata jelas-jelas sekali ada partai yang banyak kadernya terlibat korupsi malah dibiarkan saja? Mestinya partai semacam inilah yang harus dicabut hak politiknya bahkan bila perlu dibubarkan," kata dia.