Rabu 27 Jan 2021 20:14 WIB

Anies Jadi Alasan Normalisasi Pilkada di 2022 dan 2023?

PDIP memastikan mendukung pelaksanaan pilkada serentak di 2024.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Normalisasi masa pelaksanaan pilkada ke tahun 2022 dan 2023 lewat revisi UU Pemilu di DPR diduga diupayakan sejumlah partai agar bisa mengusung Anies di Pilpres 2024.
Foto:

Wakil Ketua Komisi II DPR, Saan Mustopa, menjelaskan soal normalisasi jadwal pilkada menjadi 2022 dan 2023. Saan mengatakan revisi UU pemilu merupakan penggabungan dua pemilu yaitu Undang-Undang 10 Tahun 2016dan Undang-Undang 7 Tahun 2017.

"Jadi pilkada merupakan bagian dari pemilu itu sendiri. Maka ketika kita masukkan dalam satu bagian yang terintegrasi di situ kita mulai mengatur jadwal kembali. Kalau dalam UU Nomor 10 pilkada di 2024 secara serentak. Ketika kita revisi dan disatukan maka kita lakukan penjadwalkan ulang dengan istilah normalisasi," jelasnya.

"Jadi yang harusnya diundang-undang di 2024 kita normalkan 2022 sebagai hasil pilkada 2017 tetap dilakukan, 2023 sebagai hasil pilkada 2018 tetap dilakukan dan seterusnya. Kalaupun ada keinginan disatukan itu di 2027. Tapi itu belum final disatukan itu," imbuhnya.

Saan mengungkapkan bahwa sebagian besar fraksi setuju pilkada digelar 2022. Sementara itu PDI Perjuangan ingin agar pilkada digelar 2024. Sedangkan Partai Gerindra belum menyatakan sikapnya.

"Hampir sebagian besar ingin pilkada siklusnya seperti sekarang saja tiga kali, jadi 2020-2025 2022-2027 2023-2028 dan seterusnya," kata Saan.

Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa Partai Gerindra belum menegaskan sikapnya terkait wacana pilkada yang dijadwalkan akan digelar 2022 dan 2023. Dirinya mengatakan saat ini partainya tengah menghitung dan melakujan kajian terkait hal tersebut.

"Sedang kami minta pendapat-pendapat dan komunikasi dengan parpol lain mengenai perlu tidaknya pilkada di 2022," ujarnya.

Sedang Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Syaiful Hidayat, berpendapat pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 perlu evaluasi guna meningkatkan kualitas penyelenggaraan pilkada dan kualitas demokrasi. "Evaluasi pilkada penting. Namun, belum mengarah pada urgensi perubahan UU Pilkada," kata Djarot.

Menurut dia, persoalan pilkada lebih pada aspek pelaksanaan dan bukan pada substansi undang-undangnya. "Atas dasar hal tersebut, sebaiknya pilkada serentak tetap diadakan pada tahun 2024. Hal ini sesuai dengan desain konsolidasi pemerintahan pusat dan daerah," katanya menjelaskan.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini memandang tidak perlu adanya perubahan UU Pilkada mengingat pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 yang merupakan salah satu materi muatan pokok undang-undang guna menjaga kesinambungan dan kesesuaian jadwal antara pileg, pilpres, dan pilkada. "Pilkada Serentak 2024 yang diatur dalam UU itu belum dijalankan, bagaimana perubahan akan dilakukan? Jadi, dilaksanakan dahulu pada tahun 2024, baru dievaluasi," kata Djarot.

Dengan tidak adanya perubahan UU politik, tambah dia, khususnya UU Pilkada, seluruh energi bangsa fokuspada upaya mengatasi pandemi berikut seluruh dampak akibat virus Covid-19, khususnya dampak di bidang perekonomian rakyat. "Pemerintah dan DPR RI tidak perlu membuang-buang energi yang berpotensi ketegangan politik akibat seringnya perubahan UU Pemilu. Lebih baik fokus kita mengurus rakyat agar segera terbebas dari Covid-19. Pelaksanaan pilkada yang penting untuk dievaluasi, bukan perubahan UU-nya," kata Djarot.

photo
Sejumlah kegiatan dilarang pada masa kampanye Pilkada 2020 terkait pandemi Covid-19. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement