Rabu 27 Jan 2021 19:19 WIB

Karantina Level Mikro Digagas Jadi Solusi Baru Pandemi

Pemerintah sedang mengatur mekanisme karantina terbatas di lingkup RT/RW.

Warga berjalan didekat spanduk peringatan Zona Merah di RW 010, Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta, Rabu (27/1). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat terdapat 54 rukun warga (RW) menjadi zona merah Covid-19 per 21 Januari 2021. Pemerintah daerah menyebutnya sebagai RW zona rawan yang berarti tingkat risiko penularan virus corona tinggi.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Warga berjalan didekat spanduk peringatan Zona Merah di RW 010, Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta, Rabu (27/1). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat terdapat 54 rukun warga (RW) menjadi zona merah Covid-19 per 21 Januari 2021. Pemerintah daerah menyebutnya sebagai RW zona rawan yang berarti tingkat risiko penularan virus corona tinggi.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Pemerintah agaknya akan mencoba langkah baru mengatasi pandemi Covid-19 yang telah menyentuh angka 1 juta kasus. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan, langkah tersebut adalah karantina wilayah terbatas sampai tingkat mikro di lingkup RT dan RW.

Baca Juga

"Perkembangan kasus kami evaluasi dan tentu saja ini memerlukan langkah khusus yang berbeda dari yang selama ini telah dilakukan. Salah satu langkah khusus yang diminta Presiden Jokowi dalam penanganan Covid-19 sekarang ini adalah karantina wilayah terbatas sampai tingkat mikro di lingkup RT dan RW," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (27/1).

Kemudian, ia melanjutkan karantina terbatas rencananya akan dilakukan untuk mendalami kasus yang ada di suatu wilayah. Karantina dilakukan dengan memisahkan masyarakat yang positif Covid-19 dengan dilakukan isolasi mandiri atau isolasi kolektif.

"Untuk teknisnya kami akan terus atur. Dan sebetulnya Presiden sudah memesan agar sungguh-sungguh diterapkan karantina terbatas, kemudian isolasi mandiri. Kalau tidak memungkinkan, nantinya akan dilakukan isolasi kolektif secara terpusat," kata dia.

Selain itu, tambah dia, terdapat langkah lain yang dilakukan pemerintah pusat untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 yaitu pengalokasian tempat tidur untuk pasien Covid-19. Menurutnya, selama ini mayoritas rumah sakit masih belum optimal dalam mengalokasikan tempat tidur dan ruang perawatan untuk pasien Covid-19.

"Yang sudah dilakukan Pak Menkes (Budi Gunadi Sadikin) itu adalah memberikan edaran ke RS agar melonggarkan alokasi tempat tidur untuk pengidap Covid-19. Sebab, ternyata sebagian besar RS termasuk RS pemerintah baru di bawah 15 persen menyediakan tempat tidur untuk pasien Covid-19. Maka dari itu, sudah ada edaran Menkes, tinggal bagaimana ditegakkan," kata dia.

Wakil Ketua Komite Penangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) itu juga mengingatkan kepada masyarakat agar selalu menerapkan protokol kesehatan 3M yaitu menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker. "Kami berusaha untuk melakukan tracing, tracking dan testing serta pengobatan pada mereka yang berstatus sebagai penyandang Covid-19. Jangan lupa terapkan 3M juga ya," kata dia.

Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menanggapi rencana karantina wilayah terbatas sampai tingkat mikro di lingkup RT dan RW. Menurutnya, hal tersebut sudah telat dilakukan untuk di Pulau Jawa.

"Saya sudah mengusulkan karantina wilayah terbatas dari April 2020. Lalu, baru diterapkan sekarang ketika masalah kasus Covid-19 sudah besar. Ya ini sudah telat kalau diterapkan di Pulau Jawa," katanya saat dihubungi Republika.

Kemudian, ia melanjutkan jika memang rencana karantina wilayah terbatas ini akan dilakukan, hal ini bisa diterapkan di beberapa daerah luar Jawa. Tapi penerapan ini harus dilakukan secara cepat sebelum kasus Covid-19 semakin bertambah.

"Untuk di Pulau Jawa harus dilakukan PSBB. Kalau mau bertahap dulu bisa dengan PSBB di DKI Jakarta dulu baru di daerah lainnya. Hal ini berdasarkan regulasi ya bukan PSBB modifikasi," kata dia.

Sementara itu, Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani mengatakan aturan karantina wilayah terbatas harus dipertimbangkan secara matang agar tepat sasaran dan terimplementasi secara maksimal.  "Sangat bisa dilakukan hal tersebut. Tapi sekali lagi tentu yang harus dipikirkan teknis karantina wilayah seperti apa dan bagaimana solusi pemerintah dari konsekuensi yang akan ditimbulkan," kata dia.

Sedang Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai wacana pemerintah itu tidak jelas. "Saya tidak tahu maksud karantina wilayah terbatas itu apa? Disebut terbatas itu di mana? Wilayah mana yang akan dikarantina? Apa bedanya dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)? Tujuannya apa? Bagaimana prosedurnya?" katanya.

Sebab, dia menambahkan, karantina wilayah jika merujuk undang-undang (UU) Karantina adalah lockdown total, artinya pemerintah yang menanggung kehidupan hingga makanan masyarakatnya. Ia menyontohkan wilayah yang menerapkan karantina wilayah seperti di Wuhan, China, yang benar-benar menutup kotanya beberapa waktu lalu.

Namun, dia melanjutkan, jika maksud karantina wilayah terbatas adalah jika ada warga yang positif Covid-19 dikarantina dan diisolasi, tempat itu kini telah tersedia dan tersebar di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, hotel, bahkan wisma haji.

"Lalu apa yang baru? Makanya saya tidak mengerti apa maksud pemerintah akan melakukan karantina wilayah terbatas itu apa, harus jelas dulu. Semua harus punya perencanaan dan tertata, ada target dan tujuannya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement