Untuk itu, lanjut Kurnia, ICW menuntut agar Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi. Sementara KPK, sambung Kurnia, juga harus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang.
"Komisi Yudisial juga diharapkan untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi," ujar Kurnia.
Kurnia menambahkan, tren vonis ICW tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Oleh karenanya, sejak awal ICW sudah meragukan keberpihakan MA dalam pemberantasan korupsi.
"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?," ucap Kurnia.
Sepanjang 2019-2020 sudah 23 perkara yang mendapatkan pengurangan hukuman atas pengabulan PK di tingkat MA. Saat ini setidaknya masih ada sekitar 38 perkara yang ditangani KPK sedang diajukan PK oleh para narapidana kasus korupsi.