REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya bencana alam di Indonesia akhir-akhir ini menambah tantangan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.
Munculnya lokasi-lokasi pengungsian korban bencana menambah kerentanan dan risiko penularan virus corona. Merespons potensi penularan yang meningkat seiring banyaknya bencana alam, pemerintah mulai menggencarkan swab test antigen untuk pengungsi.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, salah sati lokasi swab test antigen massal yang sedang berjalan adalah lokasi-lokasi pengungsian korban gempa di Majene, Sulawesi Barat.
Bila ada pengungsi yang diketahui reaktif swab test antigen, maka Dinas Kesehatan setempat akan mengambil alih penanganan atau perawatannya.
"Satgas berusaha responsif terhadap kekhawatiran ini dengan melaksanakan swab antigen massal pada daerah terdampak bencana salah satunya gempa di Majene Sulbar. Nantinya pengungsi yang reaktif akan dirujuk ke dinkes setempat untuk penanganan lebih lanjut," ujar Wiku dalam keterangan pers, Selasa (19/1).
Selain itu, upaya pencegahan Covid-19 di lokasi terdampak bencana juga dilakukan dengan memisahkan pengungsian berdasarkan tingkat kerentanan tertular. Maksudnya, dengan memisahkan pengungsian untuk kelompok rentan seperti lansia dan orang yang memiliki penyakit bawaan, dengan pengungsian untuk kelompok usia muda atau yang tidak rentan.
"Selain itu dilakukan evaluasi apakah RS yang menangani pasien covid19 terdampak bencana? Jika demikian, agar mempertimbangkan dipindahkan ke RS rujukan lain yang terdekat," katanya.
Upaya lainnya, pemerintah daerah diminta memastikan protokol kesehatan berjalan baik di lokasi pengungsian. Minimal, ujar Wiku, pemda menempatkan petugas yang secara rutin mengingatkan pelaksanaan protokol kesehatan di lokasi pengungsian.
"Menyiapkan sarana prasarana dan protokol dengan menyiapkan cadangan APD dan termometer sebagai bagian dari peralatan P3K. Dan paling penting, melakukan evakuasi berdasarkan penggolongan orang terdampak covid19," kata Wiku.
Pemerintah pusat meminta pemda mempertimbangkan pembagian lokasi perawatan pasien Covid-19 berdasarkan risiko kebencanaannya. Sebaiknya, ujar Wiku, pasien Covid-19 tidak dirawat di daerah dengan risiko bencana tinggi agar tidak perlu dilakukan mobilisasi pasien pada saat bencana terjadi.
"BPBD dan pemda perlu menyiapkan protokol evakuasi khusus untuk melakukan evakuasi pasien dan pekerja medisnya. BPBD perlu berkoorinasi dengan dinkes agar memiliki data dan mengetahui lokasi kasus positif yang tinggal di area terdampak bencana," kata Wiku.