REPUBLIKA.CO.ID, MAJENE -- Warga yang bermukim di wilayah pesisir pantai Majene, Provinsi Sulawesi Barat, meninggalkan kota. Mereka mengungsi ke wilayah pegunungan guna mengantisipasi potensi tsunami yang dapat terjadi seandainya terjadi gempa susulan.
"Rumah di sekitar pantai Kota Majene rusak berat dan sebagian rata dengan tanah, sebagian besar warga pesisir telah mengungsi ke wilayah pegunungan Kabupaten Majene," kata salah seorang warga yang juga merupakan dosen STAIN Majene, Ilham Usman, Jumat (15/1).
Ia mengatakan kondisi aliran listrik di Kota Majene padam total, sehingga sulit menggunakan alat komunikasi. "Pusat perbelanjaan sudah tutup, bahkan ada yang hancur rata dengan tanah, sehingga masyarakat kesulitan makanan, intinya aktivitas masyarakat di Kota Majene telah lumpuh," katanya.
Menurut dia, masyarakat yang rumahnya rusak akibat gempa dan telah mengungsi mulai kesulitan makanan dan air bersih. "Kami semua yang dalam pengungsian butuh makanan dan air bersih, kiranya masyarakat di luar Sulawesi Barat dapat memasok kebutuhan makanan untuk para pengungsi," katanya.
Warga Kecamatan Tammerodo, Sendana Ciwan, yang bermukim di pesisir Kabupaten Majene juga telah mengungsi ke pegunungan. Mereka dan mendiami rumah kebun mereka karena khawatir gempa susulan dan bencana tsunami.
"Ibu-ibu butuh makanan dan air, apalagi banyak anak-anak yang ikut dalam pengungsian yang butuh bantuan logistik, kami sangat butuh bantuan," katanya.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Polmandan Majene, delapan warga meninggal dunia, 637 luka-luka, dan jumlah pengungsi mencapai sekitar 15.000 orang setelah terjadi gempa berkekuatan 6,2 magnitudo yang berlokasi di enam kilometer timur laut Kabupaten Majenepada Jumat dini hari (15/1), di kedalaman 10 kilometer.