REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan gempa bumi di Majene, Provinsi Sulawesi Barat merupakan gempa berulang dilihat berdasarkan sejarah gempa masa lalu. Sesar Naik Mamuju yang diduga sebagai sumber gempa Majene ini sangat aktif.
"Dari sebaran gempa utama dan susulan yang terjadi sejak 14-15 Januari, ada tiga yang bisa kita kenali sumbernya dan memiliki kesamaan dengan gempa masa lalu," kata Koordinator Bidang Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam konferensi pers yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat (15/1).
Daryono mengatakan, gempa yang terjadi di Majene merupakan perulangan gempa pada 1969 karena dibangkitkan oleh sumber yang sama, yaitu Sesar Naik Mamuju (Mamuju thrust). Namun saat itu, pusat gempa berada di laut sehingga menimbulkan tsunami.
Berdasarkan data dan historis, telah terjadi tiga gempa dan tsunami merusak di sekitar Majene, yaitu pada 11 April 1967 dengan magnitudo 6,3 di Polewali Mandar yang menimbulkan tsunami dan menyebabkan 13 orang meninggal. Kemudian pada 23 Februari 1969 di Majene dengan magnitudo 6,9 menyebabkan 64 orang meninggal, 97 luka dan 1.287 rumah rusak di empat desa. Serta pada 8 Januari 1984 dengan magnitudo 6,7 di Mamuju namun tidak ada catatan korban jiwa tapi banyak rumah yang rusak.
Majene diguncang gempa kuat dengan magnitudo 6,2 pada Jumat (15/1) 2021 pukul 01.28.17 WIB. Episenter terletak pada koordinat 2,98 LS dan 118,94 BT tepatnya di darat pada kedalaman 10 km. Dengan meningkatnya magnitudo gempa menjadi lebih besar 6,2 dari sebelumnya magnitudo 5,9 pada Kamis (14/1), gempa kedua berdampak lebih merusak dan lebih luas cakupan dampaknya.
Daryono mencontohkan, jika kondisi bangunan dampak gempa kemarin sudah mengalami retak-retak atau rusak sebagian maka dengan terjadinya gempa yang lebih kuat ini dapat berdampak merusak lebih parah. Seperti halnya gempa pertama, dampak gempa kedua pada Jumat dinihari itu menyebabkan guncangan gempa dirasakan di Majene dan Mamuju mencapai skala intensitas V-VI MMI (memicu kerusakan), sedangkan di Palu, Mamuju Tengah, Mamuju Utara dan Mamasa mencapai skala intensitas III-IV MMI (benda-benda terpelanting)
"Ternyata benar, pagi tadidilaporkan dampak gempa kedua menimbulkan lebih banyak bangunan rumah rusak di Majene dan juga Mamuju," kata Daryono.
Sementara dilaporkan ada beberapa orang meninggal dunia dan ratusan orang menderita luka-luka sebagai dampak gempa. Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, baik gempa signifikan pertama dan kedua yang terjadi merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat aktivitas sesar aktif Mamuju-Majene Thrust.
Mekanisme sesar naik ini mirip dengan pembangkit gempa Lombok 2018, dimana bidang sesarnya membentuk kemiringan ke bawah daratan Majene. Sejak Kamis pukul 13.35.49 WIB hingga Jumat pukul 06.00 WIB hasil monitoring BMKG menunjukkan telah terjadi gempa sebanyak 28 kali di Majene.