REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih menunggu salinan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 yang memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua KPU RI pada Rabu (13/1). KPU akan mempelajarinya dan masih mempertimbangkan apakah akan melaksanakan putusan DKPP atau tidak.
"Kami masih menunggu salinan putusan untuk dipelajari," ujar Komisoner KPU RI Evi Novida Ginting Manik dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/1).
Ia mengatakan, pengambilan keputusan melaksanakan putusan atau tidak, dilakukan dalam rapat pleno para pimpinan KPU RI. Dalam amar putusannya, DKPP memerintahkan KPU RI melaksanakan putusan paling lambat tujuh hari sejak dibacakan.
"Kemudian akan melaksanakan rapat pleno, yang kemudian akan dijadwalkan untuk mengambil keputusan apakah akan dilaksanakan atau tidak putusan DKPP tersebut," kata Evi.
Sebelumnya, Anggota DKPP Pramono Ubaid Thantowi yang juga komisioner KPU RI, mempunyai pandangan berbeda terhadap perkara 123-PKE-DKPP/X/2020. Pramono menyampaikan dissenting opinion tersebut pada sidang pembacaan putusan.
Pramono menuturkan, secara substansial surat KPU RI Nomor 663/SDM.12-SD/05/KPU/VIII/2020 yang ditandatangani Arief Budiman tidak mempunyai kekuatan hukum untuk mengaktifkan Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota KPU pascaputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT.
Surat KPU ditujukan sebagai surat pengantar atas Petikan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 83/P Tahun 2020 yang membatalkan Keppres sebelumnya tentang pemberhentian Evi, untuk disampaikan kepada Evi Novida Ginting Manik. Jika tidak ada Keppres itu maka surat ketua KPU RI tidak akan memiliki makna apapun.