REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimistis reparasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) akan memperbaiki penyaluran bantuan sosial (bansos) yang ditangani Kementerian Sosial (Kemensos). Dia mengatakan, hal tersebut akan membuat pemberian bansos tepat sasaran.
"Penyelewengannya secara teori akan lebih kecil karena pasti disampaikan ke orang yang bersangkutan atau kalau lewat pos kan pasti disampaikan ke yang bersangkutan," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di Jakarta, Selasa (12/1).
Dia mengatakan, bansos saat ini telah diberikan secara tunai oleh Kemensos. Karena itu, dia melanjutkan, akan sangat penting untuk memperbaiki data DTKS untuk mengakomodir orang miskin yang belum masuk ke dalam daftar.
KPK menyebutkan ada sekitar sekitar 16 juta data DTKS yang tidak sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Ditjen Dukcapil pada Juni 2020. Dia mengatakan, ketidakserasian DTKS dan NIK itu membuat masyarakat yang benar-benar membutuhkan tidak mendapatkan bansos tersebut.
Pahala mengatakan pemberian bansos secara tunai akan mempersempit ruang korupsi meskipun masih ada risiko salah penerima. "Risiko yang muncul ya salah sasaran, yang miskin nggak masuk dan nggak dapet, sementara yang tidak miskin malah dapat," katanya.
Kendati demikian, dia melanjutkan, kesalahan penerima itulah yang akan menyebabkan kerugian negara. "Ini hanya kerugian negara. Perlu unsur lain untuk bisa dibilang korupsi, misalnya niat jahat," katanya.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sebelumnya mengatakan pendataan berkenaan dengan penerima bansos memang merupakan permasalahan. Terlebih, menyusul adanya ketidaksesuaian NIK membuat penyaluran bansos meleset di masyarakat.
"Karena data masalah sosial itu bukan data statis tapi dinamis sesuai dengan dinamika masalah sosial yang ada," katanya saat menerima kunjungan Menteri Sosial Tri Rismaharini Senin (11/1) lalu.