REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu unit mobil dari anak mantan bupati Labuhanbatu Utara. Penyitaan dilakukan berkenaan dengan perkara dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2017 dan APBN 2018 di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.
"Mobil tersebut diduga pembeliannya menggunakan uang dari kontraktor yang mendapatkan proyek di Labura," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (6/1).
Perkara tersebut telah mentersangkakan eks bupati Labuhanbatu Utara, Kharuddin Syah (KSS). Ali mengatakan, mobil tersebut disita dari tangan anak KSS, Erni Arianti dan saat ini dititipkan di direktorat tahanan dan barang bukti polda Sumatera Utara.
Dalam perkara ini, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi antara lain, Kepala Cabang Dealer Suzuki Arista Abadi, Liwan. Tim penyidik lembaga antirasuah itu menduga ada pembelian kendaraan menggunakan uang hasil korupsi.
"Saksi dikonfirmasi mengenai adanya pembelian unit kendaraan untuk kepentingan tsk yang uangnya diduga berasal dari pihak kontraktor," katanya.
KPK juga memeriksa Pegawai Gembira Money Changer, Widya Santi Kumari dan Pemilik Deli Megah Valutindo alias pihak swasta, Sally. Keduanya dikonfirmasi terkait pengetahuan mereka mengenai barang bukti yang ada dalam perkara tersebut.
"Juga hubungannya dengan perkara ini dan mengenai adanya proses penukaran uang di money changer terkait dengan perkara ini," katanya.
Dalam perkara ini, KSS ditetapkan sebagai tersangka DAK Labuhanbatu Utara bersama dengan Wakil Bendahara Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 2016-2019 Puji Suhartono (PJH). Perkara keduanya merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.
Atas perbuatannya, KSS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan PJH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 KUHP.