Rabu 06 Jan 2021 08:50 WIB

Mempertanyakan Efektivitas Kebiri Kimia

Perlu kajian teliti sebelum memvonis kebiri kimia ke pelaku kekerasan seksual anak.

Hukuman kebiri kimia ini sudah diadopsi beberapa negara di dunia, seperti Korea Selatan, Rusia, dan Polandia. Penerapan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual anak kini sudah dimasukkan dalam PP Nomor 70 Tahun 2020.
Foto:

Sebenarnya, seperti apa kebiri kimia itu dan apa yang akan dialami oleh orang yang menerimanya? "(Kebiri kimia adalah pemberian) zat kimia yang tujuannya menekan fungsi testosteron atau menghambat fungsi testosteron," jelas dokter spesialis andrologi dr Nugroho Setiawan MS SpAnd saat dihubungi Republika.

Orang yang mendapatkan kebiri kimia akan mengalami keluhan testosterone deficiency syndrome (TDS) atau sindrom defisiensi testosteron. TDS merupakan kondisi di mana tubuh seorang laki-laki tidak memproduksi cukup hormon testosteron.

Orang yang dikebiri kimia, lanjut dr Nugroho, bisa mengalami beberapa gejala seperti gangguan ereksi dan gairah, lemas, mudah capai, dan mudah mengantuk. Selain itu, mereka juga berisiko terhadap beberapa kondisi atau masalah kesehatan.

"Risiko gemuk, tinggi kolesterol, kecing manis (diabetes) tipe dua, tekanan darah tinggi," tambah dr Nugroho.

Hingga saat ini, dr Nugroho mengatakan belum ada petunjuk mengenai zat kimia apa yang akan digunakan dalam proses kebiri kimia. Akan tetapi, mungkin saja yang digunakan adalah golongan obat yang dapat menekan produksi hormon gonadotropine. "Yaitu hormon yang merangsang pembentukan testosteron," jawab dr Nugroho.

Efek dari kebiri kimia dapat mengganggu produksi testosteron seumur hidup bila diberikan dalam jangka panjang. Terlepas dari PP yang baru saja ditandatangani, dr Nugroho mengatakan tindakan kebiri kimia tidak sesuai dengan kode etik kedokteran. "(Kebiri kimia) melanggar kode etik kedokteran," timpal dr Nugroho.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak (PP Kebiri Kimia). Pada Pasal 2 ayat 1 dalam PP tersebut disebutkan bahwa tindakan kebiri kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabiliasi dikenakan terhadap pelaku persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Sedangkan pada Pasal 5 disebutkan bahwa tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun. Pada Pasal 6, disebutkan pula bahwa tindakan kebiri kimia dilakuakn melalui tahapan penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan.

Kantor Staf Kepresidenan menyatakan aturan kebiri kimia merupakan upaya pemerintah merespons kegelisahan publik. Pemerintah menilai PP tentang kebiri kimia menguntungkan masyarakat.

"Ini kan pemerintah sensitif merasakan kegelisahan, merespons berbagai kejadian juga di negara-negara lain serta pandangan publik di Indonesia," ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Moeldoko menyampaikan persoalan kekerasan seksual terhadap anak belum mendapat kepastian. PP yang mengatur kebiri, menurutnya, memberikan kepastian agar ada langkah lebih konkret terhadap pelaku pemerkosaan.

"Jadi sebenarnya masyarakat Indonesia sangat diuntungkan dengan PP ini, karena Presiden memberikan kepastian atas upaya non-yudisial yang bisa meredam. Saya kira poinnya di situ," ujar dia. Tambahnya, PP tentang kebiri sangat penting karena semua orang, khususnya anak kecil, harus mendapatkan perlindungan ekstra ketat dari negara.

photo
Anak bermain saat pandemi Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement