Selasa 05 Jan 2021 16:19 WIB

Vaksin Sinovac Perdana untuk Presiden

Kepala BPOM mengatakan, vaksin Sinovac mengandung bahan yang aman bagi manusia.

Petugas menurunkan vaksin Covid-19 Sinovac saat tiba di gudang Dinas Kesehatan Sumatra Utara, Kota Medan, Selasa (5/1/2021). Program vaksinasi akan dimulai secara simbolis pada 13 Januari dengan suntikan perdana ke Presiden Joko Widodo dan berlanjut di 14-15 Januari 2021 ke tenaga kesehatan.
Foto:

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K Lukito memastikan CoronaVac, vaksin Covid-19 produksi Sinovac, terdiri dari bahan-bahan yang aman bagi manusia. "Berdasarkan hasil evaluasi mutu yang telah dilakukan, Badan POM dapat memastikan bahwa vaksin ini tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya," kata Penny kepada wartawan.

Ia mengatakan untuk menjamin mutu CoronaVac, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin. Evaluasi mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional.

BPOM bersama tim, kata dia, telah melakukan inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac di China. BPOM akan terus mengawal keamanan vaksin tersebut meski nanti sudah mendapat izin penggunaan darurat atau EUA.

Dalam proses itu, lanjut dia, BPOM berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan serta Komite Nasional dan Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas dan Komda PP KIPI) untuk melakukan pemantauan.

Pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), kata dia, dilakukan terhadap pelaporan yang diterima dari tenaga kesehatan atau industri farmasi pemilik vaksin atau masyarakat untuk memastikan keamanan vaksin setelah beredar. Kepala BPOM mengatakan sesuai pedoman Badan Kesehatan Dunia (WHO) akan terus mengamati (surveilans) secara aktif untuk CoronaVac terhadap Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK) oleh Kemenkes, Komnas/Komda PP KIPI dan WHO.

"Jika ada efek samping serius, maka laporan harus disampaikan ke Badan POM dalam waktu 24 jam, sebagai laporan awal sejak mengetahui adanya informasi tersebut. Industri farmasi pemilik EUA juga harus memastikan terlaksananya pelaporan oleh distributor dan rumah sakit/puskesmas," katanya.

Bukan cuma BPOM yang masih melakukan kajian sebelum menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin Sinovac, faktor kehalalan vaksin dari China juga belum keluar. Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati menuturkan, masih ada sedikit informasi yang harus disampaikan oleh produsen vaksin Sinovac dari China. Informasi ini diperlukan untuk memastikan kehalalan vaksin tersebut.

"Proses auditnya memang sudah selesai. Informasi yang dibutuhkan secara bertahap sudah dipenuhi perusahaan, tetapi masih ada sedikit lagi informasi yang harus dilengkapi," kata dia dalam diskusi daring bertajuk 'Kehalalan & Keamanan Vaksin Covid-19', Selasa (5/1).

Muti berharap, informasi yang ditunggu itu segera disampaikan ke LPPOM MUI dalam waktu dekat. Dia menekankan, para auditor halal tidak sekadar menerima informasi secara pasif dari perusahaan produsen vaksin Sinovac.

"Secara intensif para auditor kami melakukan kajian ilmiah dengan membandingkannya dari berbagai literatur, jurnal, dan para pakar, untuk mengetahui kira-kira bahan-bahan yang digunakan tadi itu apakah bisa dijustifikasi secara ilmiah," tuturnya.

Keputusan terkait kehalalan vaksin Sinovac, kata Muti, dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI melalui fatwa. Dia mengingatkan, fatwa Komisi Fatwa MUI ini tergantung pada hasil keputusan BPOM dari aspek Emergency Use Authorization (EUA).

"MUI akan tetap menunggu keputusan dari BPOM tentang safety atau thayyib-nya ini, untuk memutuskan apakah bisa dikeluarkan sertifikat halal atau tidak. Jadi sama-sama paralel dengan BPOM, kami saling berkoordinasi untuk mengetahui proses masing-masing," kata dia.

EUA sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan POM Nomor 27 Tahun 2020, merupakan persetujuan penggunaan obat selama kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat untuk obat yang belum mendapatkan izin edar atau obat yang telah mendapatkan izin tetapi dengan indikasi penggunaan yang berbeda untuk kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.

Muti menambahkan, auditor halal MUI telah meninjau tempat produksi vaksin Sinovac di China untuk melakukan pemeriksaan. Dia mengakui, ini berat karena auditor harus dikarantina selama dua pekan sebelum bisa melakukan audit.

"Kami sudah melihat bagaimana proses produksinya, bahan-bahan yang digunakan. Tetapi karena pihak produsen membeli bahan-bahan yang digunakan melalui pihak ketiga, supplier, maka masih ada informasi yang harus dilengkapi dari perusahaan setelah audit lokasi dilakukan," jelas dia.

"Jadi setelah auditor ke lokasi, kami masih menunggu informasi-informasi. Secara bertahap, informasi itu memang disampaikan ke kami. Tetapi saat ini masih ada sedikit informasi yang masih kami tunggu. Kalau sudah terpenuhi, barulah akan dirapatkan di Komisi Fatwa MUI," katanya.

photo
Indonesia mengimpor vaksin Covid-19 dari berbagai produsen vaksin dunia. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement