Selasa 05 Jan 2021 14:02 WIB

Mengulik Temuan Drone Laut, Riset atau Spionase?

Pengamat nilai sulit tentukan drone laut bukan kesengajaan.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono (tengah) didampingi Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Pushidrosal) Laksamana Muda TNI Agung Prasetiawan (kanan), dan Asintel KSAL Laksamana Muda TNI, Angkasa Dipua (kiri) menjelaskan tentang penemuan alat berupa
Foto:

Menurut pengamat politik dan Hankam dari Universitas Muhammadiyah, Arqam Azikin, pascatemuan drone bawah laut, penting untuk segera menyelidiki cepat sandi pesan dalam rangkaian perangkat. "Apabila tidak ada cap milik TNI di benda tersebut, berarti benda itu dipastikan punya lembaga dari luar negara kita, dan diperlukan kerja cepat menyelidiki isi sandi pesan apa yang di dalam rangkaian alatnya," kata Arqam.

Dia mengatakan, sudah sangat tepat Panglima TNI langsung memerintahkan jajarannya membawa alat mirip rudal tersebut dibawa ke Mabes TNI untuk meneliti benda tersebut lebih lanjut. Mengenai dugaan benda itu milik China atau Amerika Serikat (AS), Arqam mengatakan, di situlah perlu penyelidikan TNI secara tepat dalam mengklarifikasi data-data awal yang ada pada benda itu.

Pasalnya, AS mempunyai pemantau satelit di wilayah Timur Indonesia serta China memiliki kepentingan pada gejolak di laut China Selatan dengan AS. "Benda milik lembaga dari luar negara kita, mesti diselidiki secara mendalam dengan beberapa pertanyaan, mengapa bisa masuk ke perairan Selayar? Apakah pernah terdeteksi oleh radar AL?" katanya.

Dia mengatakan, apabila tidak terdeteksi radar keamanan wilayah laut Indonesia, berarti sudah menunjukkan kerawanan dan bahaya bagi penyusupan mata-mata dengan memakai drone laut memasuki perairan Indonesia. Dari temuan drone tersebut yang sudah disebut bukan milik TNI AL maka patut dicurigai ada penyusupan operasi pengintaian di sekitar perairan wilayah Indonesia, untuk melakukan perekaman situasi, sumber daya alam, dan posisi kekuatan penjagaan yang intens dilakukan TNI AL.

"Ini sudah kejadian ketiga kalinya ditemukan di wilayah perairan kita, maka segenap pasukan elit AL agar meningkatkan kewaspadaan dalam menangkal ancaman pertahanan negara di lokasi strategis yang rawan operasi pengintaian di wilayah Laut dari pihak manapun," ujarnya.

Jadi sudah sepatutnya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto segera ke Komisi I DPR RI menjelaskan agar polemik drone laut tidak menyebar di masyarakat dengan persepsi berbeda-beda.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Yudo Margono, menargetkan waktu satu bulan dari sekarang untuk mengungkap kejelasan drone tersebut. Pengungkapan lebih lanjut akan dilakukan Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Pushidrosal).

"Bersama-sama dengan kementerian/lembaga terkait, saya beri waktu satu bulan Pak Kapushidros untuk bisa menentukan atau membuka hasilnya biar ada kepastian," ujar Yudo di Kantor Pushidrosal, Jakarta Utara, Senin (4/1).

Dia menjelaskan, dalam meneliti lebih lanjut seaglider tersebut Pushidrosal akan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait. Sejauh ini, pihaknya belum melakukan pembongkaran alat tersebut. Dia berharap, kerja sama dengan berbagai pihak itu dapat melacak dari mana asal seaglider itu.

Terlebih, SeaGlider itu ditemukan dengan tidak terdapat ciri-ciri tulisan negara pembuatnya. Saat ditunjukkan kepada publik, di bagian tubuh seaglider tersebut memang tak ada tulisan apapun yang berisi informasi asal alat tersebut.

"Mudah-mudahan nanti bisa kita lacak. Point pertamanya di mana saja, terus arahnya ke mana saja. Tentuhya nanti bisa kita cek untuk itu. Karena mohon maaf belum kita bongkar ini," jelas dia.

TNI AL telah menyatakan alat serupa drone yang ditemukan di laut Indonesia itu merupakan SeaGlider, alat untuk riset bawah laut. Namun, alat tersebut juga dapat digunakan untuk keperluan industri atau bahkan pertahanan.

"Alat ini lebih pada untuk riset, riset bawah laut. Karena memang alat ini tidak bisa mendeteksi kapal. Jadi bukan untuk kegiatan mata-mata dan sebagainya," jelas Yudo.

Dia menjelaskan, SeaGlider merupakan alat yang  diluncurkan dari kapal. Alat tersebut dapat turun ke dasar laut dengan memancarkan sensor untuk mendeteksi kedalaman, oksigen, objek bawah laut, dan data bawah laut lainnya. Sensor tersebut mengirimkan data dan posisi alat tersebut ke permukaan lewat satelit.

"Bisa tenggelam, mengumpulkan data, dara altimetri tentunya, kemudian arah arus, juga kedalaman, data-data tentang altimetri laut. Kemudian dia juga bisa bertahan hingga dua tahun beroperasi di laut, bisa dikendalikan," kata Yudo.

Menurut Yudo, alat itu banyak digunakan untuk keperluan survei atau mencari data hidrooseanografi. Untuk keperluan industri, alat tersebut dapat mendeteksi kesuburan bawah laut, oksigen, metan, gas alam bawah laut, oksigen, hingga merekam suara ikan saat bermigrasi.

"Data ini bisa diakses di website oleh semua negara. Tentunya alat ini bisa digunakan untuk industri atau pertahanan. Tergantung siapa yang memakai," jelas dia.

Dia menerangkan, salah satu data yang dapat digunakan untuk pertahanan dari hasil sensor alat tersebut berupa data kedalaman atau layer laut. Itu dapat digunakan ketika kapal selam yang melaut tidak ingin terdeteksi dengan mencari kedalaman yang pekat sehingga tak dapat dideteksi kapal yang ada di atas air.

"Supaya kapal selam supaya tidak dideteksi, dicari kedalaman tadi yang layarnya tentunya yang pekat atau tidak. Berarti yang pekat sehingga kapal selam tersebut tidak dapat dideteksi," kata Yudo.

photo
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono menjelaskan tentang penemuan alat berupa Sea Glider saat konferensi pers di Pushidrosal, Ancol, Jakarta, Senin (4/1/2021). KSAL menjelaskan bahwa Sea Glider yang ditemukan oleh nelayan di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan tersebut berupa alat yang berfungsi untuk mengecek kedalaman laut dan mencari informasi di bawah laut itu akan diteliti lebih lanjut. - (Antara/M Risyal Hidayat)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement