Senin 04 Jan 2021 15:37 WIB

Protes Nurdin Atas Temuan Drone di Kepulauan Selayar

Menurut TNI AL, drone yang ditemukan biasa digunakan untuk riset bawah laut.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono menjelaskan tentang penemuan alat berupa ea Glider' saat konferensi pers di Pushidrosal, Ancol, Jakarta, Senin (4/1/2021). KSAL menjelaskan bahwa SeaGlider yang ditemukan oleh nelayan di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan tersebut berupa alat yang berfungsi untuk mengecek kedalaman laut dan mencari informasi di bawah laut itu akan diteliti lebih lanjut.
Foto:

Anggota Komisi I DPR Sukamta meminta agar pemerintah segera bertindak dalam menanggapi masuknya drone bawah air ke teritori Indonesia. Salah satunya dengan segera mengungkap siapa pemilik barang tersebut.

"Pemerintah dalam hal ini lembaga pertahanan yang terkait segera bisa mengungkapkan identitas dan asal usul drone tersebut. Supaya bisa segera diambil tindakan lanjutan yang memadai," ujar Sukamta lewat pesan singkat, Senin (4/1).

Selain itu, isi dari SeaGlider atau drone tersebut juga perlu diselidiki oleh lembaga terkait. Sebab, ditakutkan alat tersebut tengah merekam dan meneliti kondisi laut Indonesia.

"Ini sekedar orang iseng atau nelayan yang mau cari ikan atau Pertamina yang sedang mencari ladang minyak baru, atau itu mata-mata negara asing," ujar Sukamta.

Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, mengharapkan pemerintah tidak menganggap remeh penemuan drone. "Kemhan, Mabes TNI dan Mabes TNI AL tidak boleh memandang remeh hasil temuan ketiga UUV beberapa waktu yang lalu. Jangan sampai konsentrasi menghadapi Covid-19 kemudian mengurangi Kewaspadaan Nasional terhadap bahaya perang besar di Laut Cina Selatan," katanya.

Susaningtyas mengatakan penemuan UUV atau unmanned underwater vehicle itu merupakan fakta bahwa penggunaan unmanned system (sistem tanpa awak) telah dilakukan oleh berbagai negara maju di laut. Ia mengungkap, UUV yang ditemukan  prajurit TNI AL berlabel Shenyang Institute of Automation Chinese Academic of Sciences merupakan platform khusus yang dirancang untuk mendeteksi kapal-kapal selam non-China dan merekam semua kapal-kapal yang beroperasi di perairan Asia Tenggara dan Laut China Selatan. Penemuan UUV ini juga menunjukkan bukti bahwa perairan Indonesia menjadi "spillover" atau adu kekuatan militer antara China dan Amerika Serikat berikut sekutunya.

Bukan tidak mungkin China atau negara lainnya sudah meluncurkan Unmanned Sub-Surface Vehicle (USSV) yang sudah membawa persenjataan. "USSV ini lebih berbahaya daripada UUV," katanya dalam keterangan tertulisnya. Wanita yang biasa disapa Nuning ini menjelaskan, semua UUV yang ditemukan dalam kondisi malfunction dan bukan expired, yang artinya ada kendala teknis internal di dalam sistemnya.

Dari analisa awal, ketiga UUV diperkirakan sudah memiliki jam selam lebih dari 25.000 atau mendekati 3 tahun. Kemungkinan besar UUV tersebut diluncurkan November 2017. Menurut dia, langkah-langkah strategis yang dilakukan pemerintah terkait penemuan UUV itu, yakni pertama, dari aspek hukum, perlu segera ditetapkan peraturan penggunaan semua jenis unmannedsystem di wilayah Indonesia baik UAV di udara, USV di permukaan laut maupun UUV di bawah permukaan laut.

Sejalan dengan itu, lanjut Nuning, juga dibutuhkan peraturan pemerintah yang menentukan tata cara menghadapi penelitian ilegal di perairan Indonesia, mulai dari perairan kepulauan hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE). Selain itu, Kementerian Pertahanan dapat mengajak Kementerian Perhubungan untuk segera memasang underwater detection device (UUD) atau alat deteksi di dalam laut di seluruh Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan semua selat strategis untuk memantau semua lalu lintas bawah laut, utamanya di Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Lombok.

"TNI AL harus segera melengkapi Puskodal-nya dengan sistem pemantauan bawah laut diperkuat dengan 'smart mines' yang dapat dikendalikan secara otomatis atau manual. Kapal-kapal perang TNI AL juga harus dilengkapi dengan Anti-USSV System yang dapat menghadapi serangan USSV," papar Nuning.

TNI AL juga harus meningkatkan sistem pendidikan bagi prajurit TNI AL agar memiliki kecakapan melakukan peperangan Anti-USSV sebagai bagian dari kemampuan peperangan anti-unmanned system.

photo
Jepang dan China menurunkan kekuatan militer di Laut China Timur menyusul sengketa kepulauan. - (Japan Times/Reuters)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement