Senin 04 Jan 2021 14:29 WIB

Mengamankan Kedelai Impor demi Tahu Tempe

Kementan mengupayakan untuk mulai siapkan produksi pasokan kedelai dalam negeri.

Pengerajin membuat tahu di Kelompok Industri Tahu dan Tempe Sentosa Adi, Gedongkiwo, Yogyakarta, Senin (4/1). Kenaikan harga kedelai dari Rp 7 ribu menjadi Rp 10 ribu per kilogram menjadi permasalahan pengerajin tahu. Saat ini pengerajin tetap membuat tahu dengan keuntungan sangat kecil atau bahkan cukup untuk berproduksi kembali.
Foto:

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi, menambahkan faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga kedelai impor yakni ongkos angkut yang juga mengalami kenaikan. Waktu pengiriman impor kedelai dari negara asal yang semula ditempuh selama 3 minggu menjadi lebih lama yaitu 6 hingga 9 minggu.

Suwandi menjelaskan dampak pandemi Covid-19 menyebabkan pasar global kedelai saat ini mengalami goncangan akibat tingginya ketergantungan impor. Peluang ini tentunya dimanfaatkan Kementan untuk meningkatkan pasar kedelai lokal dan produksi kedelai dalam negeri.

"Kita melakukan MoU antara Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan Gabungan Kelompok Tani dengan investor dengan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan untuk meningkatkan kemitraan produksi dan memaksimalkan pemasaran serta penyerapan kedelai lokal milik petani," tuturnya.

Kementan mengklaim, tingginya impor kedelai bukan hanya disebabkan faktor produksi. Namun demikian, hal tersebut terjadi karena disebabkan kondisi kedelai merupakan komoditas non lartas yang bebas impor kapan saja dan berapun volumenya tanpa melalui rekomendasi Kementan.

Terkait harga kedelai saat ini terjadi kenaikan yang cukup signifikan sekitar 35 persen merupakan dampak pandemi Covid-19, utamanya produksi di negara-negara produsen seperti Amerika Serikat, Brazil, Argentina, Rusia, Ukraina dan lainnya. Harga kedelai impor yang selama ini digunakan oleh pengrajin tahu tempe di negara asal sudah tinggi, sehingga berdampak kepada harga di Indonesia menjadi lebih tinggi lagi.

Hari ini sejumlah produsen tahu dan tempe mulai kembali beroperasi. Seperti di Sidoarjo, Jawa Timur. Sebelumnya produsen mogok selama hari sejak 1 Januari 2021.

Mogok dilakukan karena kenaikan harga bahan baku kedelai dari sebelumnya Rp 7 ribu menjadi Rp 9 ribu per kilogramnya. Salah satu produsen tahu asal Desa Sepande, Sidoarjo, Muhammad Farid, mengatakan akibat kenaikan harga bahan baku ia terpaksa menaikkan harga jual tahu ke pengecer. "Kalau dari kami selaku produsen setiap satu papan kami jual seharga Rp 29 ribu dari harga biasanya sekitar Rp 27 ribu," katanya.

Ia mengatakan, dari satu papan itu kemudian dipotong sendiri sesuai dengan permintaan para pengecer tahu yang selanjutnya dijual ke masyarakat. "Biasanya satu papan dipotong menjadi 36 biji, sekarang dipotong menjadi 40 biji," katanya.

Ia berharap, harga kedelai bisa kembali normal seperti semula karena sejak pandemi berlangsung pihaknya sudah mengurangi jumlah produksi tahu miliknya. "Sebelumnya bisa mencapai 6 kuintal kedelai setiap harinya. Kini kami hanya mampu memproduksi tahu dengan bahan baku sekitar 4,5 kuintal kedelai setiap hari," katanya.

Pengrajin tahu NJ di Jalan Terusan Pasirkoja, Kota Bandung, Jawa Barat, juga akhirnya menaikkan harga penjualan tahu akibat kenaikan harga bahan baku kacang kedelai yang mencapai Rp 9.400. Kepala Produksi Pabrik Tahu NJ, Hana Hadiana mengungkapkan kenaikan harga kacang kedelai yang signifikan berdampak kepada produksi tahu.

"Ya berdampak banget, berdampaknya buat produksi agak susah, kan kenaikannya agak lumayan besar. Kenaikannya sudah dari kemarin kan Rp 6.800 sekarang Rp 9.400," ujarnya di Pabrik Tahu NJ, Senin (4/1). Ia mengatakan salah satu strategi yang dilakukan adalah menaikkan harga tahu agar tidak mengalami kerugian.

Keputusan menaikkan harga tahu padahal belum dapat menutupi ongkos produksi. Selain itu, apabila dinaikkan terlalu tinggi maka para pembeli diperkirakan enggan membeli tahu.

"Mulai hari ini sudah kita naikkan, sekarang yang tadinya Rp 400 kita naikin Rp 500, yang tadinya Rp 700 jadi Rp 800, yang tadinya Rp 325 jadi Rp 375, hampir kita naikan 18 persen," katanya.

Pada kondisi normal ia biasa memproduksi tahu hingga 3 ton. Saat ini hanya bisa 1 ton. Alasannya, Hana kesulitan mencari bahan baku kedelai. "Memang agak susah, biasanya kan agak cepat, kalau sekarang agak telat itu juga harus nyari kemana-mana," katanya. Ia menambahkan, pihaknya berharap agar harga kedelai normal.

Kenaikan harga kedelai impor juga mempengaruhi kadar inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kenaikan harga kedelai impor telah memberikan kontribusi pada inflasi tahu dan tempe pada bulan lalu. Masing-masing mengalami inflasi 0,06 persen dan 0,05 persen secara bulanan (month to month).

Sebelumnya, data Kementerian Perdagangan menyebutkan, harga kedelai impor di tingkat perajin mengalami penyesuaian dari Rp 9 ribu per kilogram pada November menjadi Rp 9.300 hingga Rp 9.500 per kilogram pada Desember. Artinya, terjadi kenaikan 3,33 persen sampai 5,56 persen. Dampaknya, harga tahu dan tempe pun mengalami penyesuaian. Sumbangannya ke inflasi namun sangat kecil dibanding inflasi nasional.

photo
Makan sehat selama pandemi. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement