Ahad 03 Jan 2021 14:40 WIB

FPI, Mobil Listrik, dan Ancaman Geopolitik

Indonesia punya peluang dan ancaman besar sebagai penghasil nikel terbesar di dunia.

Seorang warga memasuki kantor DPP FPI di kawasan Petamburan III, Jakarta, Rabu (30/12).
Foto:

Memang relasi sumber daya alam dan konflik bukan perkara baru. Sejak revolusi industri sejarah mencatat ada relasi antara penemuan teknologi, kebutuhan akan komoditas, dan konflik politik. Hobsbawm (1983, 1987) lewat triloginya yakni The Age of Revolution, The Age of Capital, dan The Age of Empire menggambarkan pergeseran konflik dunia sejak revolusi industri.

Penemuan mesin uap nyatanya menggencarkan imprealisme barat. Dengan mesin uap, armada barat bisa kapan saja menjamah belahan dunia lain tanpa tergantung musim.

Komoditas yang saat itu menjadi rebutan utama adalah rempah-rempah. Situasi yang menyebabkan wilayah Nusantara jadi medan konflik.

Namun sejarah peradaban berubah. Rempah-rempah tak lagi jadi komoditas utama. Pada era pasca-perang dunia, minyak bumi mulai menjadi komoditas nomor satu. Akibat teknologi kendaraan bermotor semakin jamak menjadi kebutuhan masyarakat dunia, arah 'kolonisasi' pun bergeser ke kawasan Timur Tengah yang kaya akan komoditas bahan bakar kendaraan bermotor. Bersamaan dengan itu pula peta konflik bergeser ke jazirah Arab.

Sampai sekarang minyak bumi masih jadi komoditas utama. Hingga kini pula wilayah Timur Tengah masih lekat dengan konflik.

Sekalipun minyak bumi masih menjadi komoditas utama yang diperebutkan, tetapi indikasi akan kembali terjadinya perubahan semakin terasa. Teknologi mobil listrik yang kini semakin jamak diadaptasi industri otomotif, diprediksi akan mempercepat pergeseran komoditas utama dari minyak bumi ke nikel. Ya, nikel sebagai bahan baku utama baterai kendaraan listrik diprediksi akan menggantikan minyak fosil sebagai komoditas utama yang 'diperebutkan'.

Negara penghasil bijih nikel terbesar di dunia tak lain adalah Indonesia. Walhasil situasi ini tentu memberikan peluang sekaligus ancaman besar bagi Indonesia.

Peluang besar karena secara ekonomi Indonesia akan mendapat nilai tambah yang amat besar. Tapi di sisi lain, sejarah sudah membuktikan di sebuah negara yang kaya komoditas, maka di sana pulalah ancaman konflik terbuka lebar.

Karena itu menjadi kewajaran apabila atensi asing terarah pada Indonesia. De javu era kejayaan rempah-rempah pun membayangi Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement