Ahad 03 Jan 2021 14:35 WIB

Tempe dan Tahu Menghilang dari Warteg dan Tukang Gorengan

Tempa dan tahu menghilang dari menu makan warung Tegal hingga tukang gorengan.

Tempe, tahu, dan oncom menghilang dari warung tegal.
Foto: muhammad subarkah
Tempe, tahu, dan oncom menghilang dari warung tegal.

Harga Kedelai Naik, Pengrajin Tahu Putuskan Mogok Produksi Massal

Seperti diberitakan Republika, saat ini terjadi memang komoditi makanan terbuat dari kedelai tempe dan tahu menghilang dari pasaran ibu kota.

Naiknya harga bahan baku kedelai impor misalnya, telah membuat para pengrajin tahu di Bogor, mengikuti pengrajin tahu se-Jabodetabek. Mereka  melakukan libur produksi massal mulai 31 Januari 2020 hingga 2 Januari 2021.

Hal tersebut mereka lakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena tidak ada perhatian pada pengrajin tahu dan tempe mengenai kenaikan harga kedelai.

Sekjen Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI), Musodik mengatakan, sekitar 25 pengrajin tahu di Bogor yang tergabung dalam SPTI juga turut libur produksi. Mereka tersebar di daerah Parung, Jasinga, Cibinong, dan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Termasuk di Bogor, kenaikan harga kedelai juga terjadi. Musodik merincikan, dua bulan lalu harga bahan baku kedelai masih Rp 7 ribu per-kilogram, kini sudah meningkat hingga Rp 9.200-9.500 per-kilogram.

“Yang naik itu ada dua jenis yang paling banyak dipakai para pengrajin tahu kelas besar, sedang, dan kecil. Yaitu Grade B dan Grade C, selama dua bulan itu naik nggak kira-kira,” ujar Musodik kepada Republika di Cibinong, Jumat (1/1).

Dengan naiknya harga bahan baku tersebut, para pengrajin tahu merugi karena keuntungan mereka kian berkurang. Bahkan, Musodik mengatakan, 30 persen pengrajin tahu kelas kecil se-Jabodetabek sudah berhenti produksi karena tidak mendapat banyak keuntungan

“Kami belum bisa memasarkan (tahu) kalau harganya dinaikin, jadi harus mogok dulu. Bahkan sudah ada yang off sebelum ada keputusan libur produksi massal ini, kebanyakan yang produsen kelas kecil,” tuturnya.

Dia menjelaskan, libur produksi atau mogok massal tidak hanya dilakukan oleh SPTI. Tapi juga oleh pengrajin tahu dan juga tempe hampir di seluruh Indonesia.

Dengan adanya libur produksi massal ini, dikatakan Musodik, pada pengrajin tahu berharap ada perhatian dari pemerintah, agar menekan harga kedelai segera turun. Juga untuk menaikkan harga produk mereka.

“Kami ingin menyelamatkan pengrajin tahu yang kecil-kecil. Kalau tidak segera dilaksanakan (turun harga kedelai atau naik harga produk), bukan hanya (pengrajin) tahu yang kecil saja yang terkena dampak, tapi lama-lama yang besar juga bisa tutup,” jelasnya.

Libur produksi ini, kata Musodik, akan diikuti dengan pengawasan bersama di pasar-pasar. Beberapa pasar di Bogor yang diawasi yakni Pasar Cileungsi. Pasar Anyar, Pasar Merdeka, dan Pasar Jasinga.

Sementara itu, salah seorang produsen tahu di Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, bernama Dodo (37 tahun) juga akan melakukan aksi libur produksi massal. Sebab, dirinya juga merasakan kenaikan harga kedelai sejak sepekan terakhir.

"Sudah hampir seminggu ini kenaikannya. Sekarang Rp 9.400, padahal biasanya Rp 7 ribu per-kilo,” kata Dodo.

Pria yang sudah menjadi pengrajin tahu sejak tahun 2003 ini pun harus memutar otak agar usaha turun temurun dari keluarganya itu tidak gulung tikar. Alhasil, dirinya terpaksa mengecilkan ukuran tahunya agar biaya produksi tidak membengkak.

"Segitu juga (konsumen) protes, tahunya jadi kecil. Tapi dari pada harganya kita naikin," ungkapnya.

Oleh karena itu, dirinya berharap agar harga kedelai di pasaran kembali normal. Agar produksi tahu miliknya kembali normal dan bisa memenuhi kebutuhan pasar.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement