Kamis 31 Dec 2020 15:04 WIB

Gubes IPB: 26 Provinsi di Indonesia Endemik Rabies

Sulut, Kalbar, Sulsel, Sumut, dan NTT mencatat kematian tertinggi akibat rabies.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Dinas Ketahanan, Pertanian dan Perikanan Kota Jaksel menyuntikkan vaksin antirabies di kawasan Tebet, Jakarta, Sabtu (31/10).
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Petugas Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Dinas Ketahanan, Pertanian dan Perikanan Kota Jaksel menyuntikkan vaksin antirabies di kawasan Tebet, Jakarta, Sabtu (31/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB University, Agus Setiyono mengatakan, sekitar 26 provinsi di Indonesia masih endemik rabies. Dalam rangka Indonesia bebas rabies pada 2030, sambung dia, perlu upaya terbaik untuk penanggulangannya.

Salah satunya dengan konsep One Health yang mensinergikan berbagai pemangku kepentingan. Menurut Agus, ada kekuatan partisipasi masyarakat dan kelembagaan yang bisa dikumpulkan dari tenaga sukarela yang sudah ada di setiap desa.

"Kita bisa bersinergi dengan aparat, babinsa dan babinmas. Ini akan mampu menurunkan kasus rabies," kata Agus pada webinar 'Guru Besar Mengabdi' dikutip siaran pers, Kamis (31/12). Agus menuturkan kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) dari tahun 2015-2019 mencapai 404.306 kasus dengan 544 kematian.

Lima provinsi dengan jumlah kematian tertinggi adalah Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan kejadian luar biasa (KLB) rabies pada tahun 2019, terakhir dilaporkan terjadi di Nusa Tenggara Barat.

Menurut Agus, rata-rata hewan yang mentransmisikan rabies adalah 98 persen dari anjing dan dua persen dari kucing dan monyet. Untuk Provinsi Jawa Barat, tiga kasus rabies terjadi di Cianjur pada 2015 dan satu kasus di Sukabumi pada 2016.

Agus menuturkan, Kader Siaga Rabies (Kasira) bisa menjadi model partisipasi aktif dan tanggung jawab masyarakat dalam mewujudkan keberhasilan program pengendalian rabies. Kasira dibentuk dan dilatih oleh tim ahli dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB University.

Selanjutnya, Kasira diberi tugas untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat di desanya masing-masing, melakukan tindakan pertama dalam penanganan kasus gigitan di lapangan, melakukan pelaporan kasus diduga rabies dan membantu dinas dalam kegiatan penanganan anjing di lapangan.

"Kasira bisa dibentuk di kecamatan dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat tentang kesehatan anjing, vaksinasi dan sebagainya. Selanjutnya Kasira diharapkan akan mendapatkan pendampingan dari perguruan tinggi dari kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) atau praktik lapang (PL) mahasiswa yang rutin dengan dihadiri dinas setempat," tutur agus.

Direktur Kesehatan Hewan (Keswan) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), Fadjar Sumping Tjatur Rasa mengapresiasi, peran Kasira dalam penanggulangan rabies, yang dibentuk dan diinisiasi oleh dosen dan mahasiswa IPB University itu.

Guru Besar Universitas Airlangga Suwarno mengatakan, rabies bisa dicegah 100 persen dengan vaksinasi. Untuk itu, perencanaan kebutuhan vaksin maupun vaksinasi HPR menjadi prioritas dan perlu dilakukan secara rutin.

"Selain itu, lakukan vaksinasi di daerah endemis dan surveilance hasil vaksinasi. Upaya lainnya adalah perlu adanya riset keberadaan reservoir rabies, eliminasi HPR tertarget, pengawasan lalu lintas HPR dan hentikan perdagangan anjing ilegal untuk konsumsi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement