Selasa 29 Dec 2020 13:54 WIB

Merger Bank Syariah Bikin Khawatir Muhammadiyah

Kekhawatiran Muhammadiyah adalah merger bank syariah bisa semakin meninggalkan UMKM.

Merger bank syariah BUMN
Foto:

Oleh : Irfan Syauqi Beik, Pengamat Ekonomi Syariah FEM IPB

Penulis tentu sangat mendukung jika ada ormas Islam yang ingin mendirikan BUS sendiri. Ini akan semakin memperkaya khazanah industri perbankan syariah nasional, dan akan semakin mengokohkan kontribusi luar biasa ormas Islam terhadap kemajuan ekonomi umat.

Yang paling penting bagi penulis, bingkai yang harus dijaga adalah semangat ukhuwah dan saling mendukung antara satu dengan yang lain. Meski bank syariah satu dengan yang lainnya pada akhirnya saling berkompetisi, tetapi kompetisinya adalah dalam rangka ber-fastabiqul khairat.

Artinya, kompetisi ini bukan hanya pada tataran layanan teknis perbankan syariah, baik funding, financing, maupun layanan teknologinya, tetapi juga pada kompetisi dalam mentransformasi nilai-nilai syariah dalam perekonomian bangsa. Nilai-nilai yang didasarkan pada ajaran Islam yang mulia.  

Adapun terkait pembelaan terhadap UMKM, tentu beban ini tidak bisa dipikul sendirian oleh bank syariah. Ia memerlukan kolaborasi antar pihak, baik kalangan industri keuangan syariah sendiri, pemerintah, lembaga legislatif, perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan strategis lainnya termasuk masyarakat umum.

Juga yang tidak kalah penting adalah keterlibatan lembaga zakat dan wakaf, agar kolaborasi ini berjalan dengan baik dan efektif. Dalam konteks ini, studi CIBEST IPB (2016) telah mengklasifikasikan jenis usaha masyarakat ke dalam tiga kategori, yaitu zakatable, microbankable, dan bankable.

Pada kategori zakatable, ini adalah potret usaha yang bersifat ultra mikro dan mikro yang berada pada dasar kemiskinan, sehingga diperlukan pemberdayaan melalui dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Perbankan syariah belum perlu masuk ke segmen ini dengan melakukan pembiayaan syariah komersial, kecuali menyalurkan ZISWAF dan CSR-nya melalui institusi amil dan nazir.

Lembaga amil dan nazirlah yang bertanggung jawab melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas usaha kategori ini agar bisa naik kelas menjadi microbankable.

Di segmen microbankable, tentu institusi keuangan syariah yang dapat melayani, selain lembaga keuangan sosial syariah (ZISWAF), adalah koperasi syariah/BMT dan perbankan syariah, baik BPRS, UUS, maupun BUS. Juga tidak menutup kemungkinan munculnya skema pembiayaan yang melibatkan LKS non bank lainnya seperti multifinance syariah dan fintek syariah.

Diharapkan melalui proses pendampingan dan penguatan kapasitas yang tepat, kelompok usaha yang microbankable ini dapat naik kelas menjadi kelompok usaha yang bankable. Kalau sudah pada level ini, tentu keberadaan perbankan syariah, baik BUS, UUS, maupun BPRS, menjadi sangat penting dan mereka bisa mengakselerasi usaha masyarakat untuk semakin besar.   

Sebagai penutup, penulis mengajak pada semua elemen umat untuk terus memperjuangkan upaya mengarusutamakan ekonomi syariah, dan pada saat yang sama, menghadirkan keadilan dan pemerataan ekonomi. Bagaimanapun juga, tidak mungkin ekonomi akan sesuai syariah kalau tidak ada keadilan di dalamnya. Wallaahu a’lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement