REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri, Adinda Pryanka
Menteri Sosial Tri Rismaharini menegaskan, bahwa seluruh bantuan yang akan disalurkan pada 2021 mendatang tidak lagi berwujud barang. Pemerintah akan menyalurkan bantuan dalam bentuk tunai, itupun diantar langsung oleh petugas PT Pos demi mengurangi celah penyelewengan.
"Kita dengan PT Pos akan menyalurkannya kurang lebih mulai tanggal 4 Januari. Kita berharap satu minggu itu bisa kelar di seluruh Indonesia (seluruh jenis bantuan, termasuk Jabodetabek). Tapi memang ada yang khusus seperti Papua dan mungkin mekanismenya sangat berbeda," kata Risma dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Selasa (29/12).
Risma menyampaikan, bantuan reguler dan bantuan sebagai perlindungan sosial Covid-19 akan disalurkan secepatnya di awal Januari 2021. Percepatan penyaluran ini dilakukan, menurutnya, agar masyarakat bisa sesegera mungkin melakukan belanja dan berujung pada peningkatan daya beli masyarakat.
Bantuan pemerintah memang dianggap memiliki efek yang cukup besar dalam mendongkrak konsumsi rumah tangga. Risma menyebutkan, untuk bantuan sembako saja selama ini dianggarkan sekitar Rp 3,76 triliun per bulan. Artinya, terjadi perputaran uang sekitar Rp 60 miliar di setiap kabupaten/kota di Indonesia.
Ada tiga jenis bantuan sosial (bansos) prioritas yang dilanjutkan Kementerian Sosial (Kemensos) pada 2021. Sebagian besar sebenarnya sama dengan program yang sudah dilakukan pada 2020 ini.
Jenis bantuan pertama yang akan segera disalurkan di awal 2021, ujar Risma, adalah bantuan pangan nontunai (BPNT) atau program sembako. Jumlah penerimanya ditargetkan 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dengan indeks bantuan Rp 200 ribu per bulan. Bantuan ini akan disuntikkan ke uang elektronik penerima dan bisa dibelanjakan di e-warong.
"Itu akan diberikan mulai Januari sampai Desember," kata Risma.
Namun, Risma punya catatan khusus terkait pemanfaatan bantuan sembako ini. Ia mewanti-wanti penerima agar tidak menggunakan uang bantuan untuk membeli rokok. Per Februari nanti, Kemensos bahkan akan merilis metode pengawasan baru untuk memantau jenis belanjaan para penerima bantuan.
"Kami akan menyiapkan tools untuk megetahui uang itu dibelanjakan untuk apa saja. Jangan kemudian karena beli rokok dan kemudian menjadi sakit," kata Risma.
Bantuan kedua adalah bantuan sosial tunai (BST) sebagai jaring pengaman sosial Covid-19. Jumlah penerimanya sebanyak 10 juta orang di seluruh Indonesia, termasuk penerima di Jabodetabek. Bantuan ini akan disalurkan melalui PT Pos dengan indeks angka Rp 300 ribu per KPM.
"Itu diberikan Januari sampai April, selama 4 bulan. Jadi tidak utuh selama 1 tahun seperti PKH. Karena itu kami akan lakukan kontrol pembeliannya. Kami akan buatkan edaran untuk belanja apa saja yang bisa digunakan," kata Risma.
Jenis bantuan ketiga adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Tahun 2021 nanti, program ini akan menyasar 10 juta KPM. Penyalurannya akan menggandeng bank-bank pemerintah alias Himbara. Penggunaannya untuk ibu hamil, anak usia dini, anak sekolah, penyandang disabilitas, dan lansia. Bantuan PKH akan diberikan setiap 3 bulan sekali, yakni Januari, April, Juli, dan Oktober.
"Sekali lagi tadi instruksi Presiden, tidak ada penggunaan untuk pembelian rokok. Kalau mekanisme itu terjadi akan kami lakukan evaluasi untuk penerima bantuan. Karena jangan sampai bantuan ini untuk kesehatan, malah ada masalah karena digunakan untuk rokok," kata Risma.
Khusus untuk bantuan sembako, ujar Risma, Kemensos juga akan menjaring masukan dari keluarga penerima manfaat. Bila masyarakat menemukan adanya praktik kecurangan, maka mereka diminta segera melaporkan kepada pemerintah.
"Karena ada feedback, bukan saja kami berikan bantuan, namun ada pelaporan dari penerima bantuan. Sehingga tidak ada lagi yang berusaha memotong," kata Risma.
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan, perubahan skema penyaluran bansos dilakukan untuk menghindari terjadinya kerumunan masyarakat saat bantuan diserahkan.
“Untuk wilayah Jabodetabek yang tahun ini menggunakan skema bantuan berupa sembako akan diubah menjadi bantuan langsung tunai yang nanti akan diantar oleh tenaga dari PT Pos ke rumah,” jelas Muhadjir saat konferensi pers hasil rapat terbatas persiapan penyaluran bantuan sosial tahun 2021 di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (29/12).
Muhadjir pun meminta agar bantuan langsung tunai yang disalurkan betul-betul dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Ia menegaskan, berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dana bantuan tersebut tak boleh digunakan untuk membeli kebutuhan seperti rokok.
Lebih lanjut, Muhadjir juga memastikan program bantuan sosial lainnya juga masih akan disalurkan pada tahun depan dengan skema yang sama. Namun, pemerintah merevisi target jumlah penerima bantuan untuk beberapa program.
Seperti bantuan sosial tunai yang pada 2020 penyalurannya ditargetkan kepada 20 juta penerima manfaat, namun pada 2021 akan disalurkan kepada 18 juta penerima manfaat.
“Untuk bansos tunai itu dari target tahun ini yang 20 juta, itu hanya tercapai sekitar 18 juta. Karena itu nanti bansos tunai akan disalurkan sekitar 18 juta keluarga penerima manfaat. Kenapa kok tidak 20 juta? Memang ternyata target pada 2020 memang hanya tercapai 18 juta. Jadi bukan pengurangan ya,” jelas dia.
Muhadjir mengatakan, pemerintah akan menyalurkan bantuan sosial secara serempak ke seluruh daerah mulai awal Januari, baik diberikan secara langsung oleh PT Pos maupun disalurkan melalui bank-bank Himbara yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
Muhadjir meminta seluruh Bank Himbara yang bekerja sama dengan pemerintah agar tak menahan penyaluran dana bantuan sosial ke masyarakat penerima. Ia menyampaikan, ketika dana sudah masuk ke rekening para penerima manfaat maka harus dapat segera dicairkan.
“Saya minta kepada seluruh bank Himbara untuk mematuhi kesepakatan. Bahwa ketika semua dana sudah masuk di rekening mereka, harus segera diminta untuk diambil, tidak boleh untuk ditahan,” tegas Muhadjir saat konferensi pers hasil rapat terbatas persiapan penyaluran bantuan sosial tahun 2021 di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (29/12).
Audit BPK
Menyusul kasus dugaan korupsi terkait penyeluran bansos Covid-19 yang menjerat mantan Mensos, Juliari Peter Batubara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperluas cakupan sampling dalam mengaudit anggaran penanganan pandemi Covid-19 milik pemerintah. Anggota III BPK Achsanul Qosasi menjelaskan, cakupan baru yang dimaskud adalah perusahaan rekanan dalam pemberian bansos Covid-19.
"Ada beberapa perusahaan, termasuk tiga perusahaan, yang masuk dalam sampling pemeriksaan kita," tuturnya dalam Media Workshop BPK secara virtual, Selasa (29/12).
Tetapi, Achsanul belum bisa menjelaskan perkembangan audit secara detail. Ia berjanji akan memberikan informasi kepada publik setelah menyelesaikan pemeriksaan dan membahasnya di internal BPK.
Achsanul menjelaskan, perusahaan rekanan menjadi fokus mengingat proses pemilihannya dilakukan tanpa melalui tender. Hal ini diambil pemerintah untuk mempercepat penyaluran bantuan ke masyarakat mengingat kebijakan dilakukan di tengah situasi darurat.
Secara umum, Achsanul mengatakan, fokus pemeriksaan BPK terhadap bansos ditujukan pada kualitas bansos dan distribusinya. Termasuk, apakah kualitas bansos sudah sesuai dengan yang dijanjikan dalam peraturan yang dikeluarkan pemerintah melalui Kemensos dan kelayakan kualitasnya untuk dikonsumsi masyarakat.
Meski ada perluasan cakupan pemeriksaan pada kinerja bansos, Achsanul memastikan, target penyelesaian audit anggaran pandemi Covid-19 akan rampung sesuai target, yakni akhir Januari. "Ada juga hasil pemeriksaan terkait Covid-19 juga di luar area bansos," katanya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan status tersangka dan menahan Juliari Batubara dalam kasus dugaan korupsi bansos sembako Jabodetabek. Juliari disebut menerima suap Rp 17 miliar hasil dari fee pengadaan bansos sembako melalui dua tahap.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee Rp 8,2 miliar. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar.