Kamis 24 Dec 2020 17:16 WIB

Dosen FK Unpad Jelaskan Perbedaan Uji Usap PCR dan Tes Rapid

Akurasi PCR bisa sampai 95 persen persen sedangkan antigen akan miss 10–15 persen.

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Petugas medis melakukan tes cepat antigen.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Petugas medis melakukan tes cepat antigen.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad), Basti Andriyoko memberikan penjelasan terkait perbedaan uji usap PCR dengan uji usap rapid tes antigen. Hal itu terkait dengan kebijakan pemerintah pusat yang mewajibkan wisatawan saat libur Natal dan Tahun Baru 2021 untuk dirapid tes antigen terlebih dahulu.

"Tes antigen bertujuan untuk mendiagnosis keberadaan virus pada tubuh sampel. Meski sama-sama mendeteksi adanya virus, tes antigen memiliki perbedaan dengan tes Polymerase Chain Reaction atau PCR," ujarnya melalui rilis yang diterima, Kamis (24/12).

Menurutnya, tes PCR mencari materi genetik dari virus yaitu RNA sehingga sensitivitas atau akurasi dari tes PCR lebih tinggi daripada tes antigen. Namun, tes PCR tidak dapat membedakan apakah virus masih hidup atau sudah mati.

"Karena itu, tes PCR bisa mendeteksi keberadaan virus pada awal target terkonfirmasi positif ataupun kita sudah dinyatakan sembuh," ujarnya.

Kondisi tersebut, kata dia, membuat banyak orang yang sudah dikarantina lebih dari dua minggu, tapi hasil swab masih positif. Menurutnya, pada kasus tersebut PCR dapat mendeteksi RNA virus yang sudah mati.

Selain itu, tes antigen hanya mendeteksi keberadaan virus utuh yaitu bagian terluar dari virus. Karena mendeteksi virus utuh, maka antigen akan efektif dilakukan di fase awal atau minggu pertama seseorang terkena Covid-19.

"Jika diperiksa, kemungkinan hasil positifnya tinggi. Jika dibandingkan, akurasi tes PCR tetap lebih baik dibanding tes antigen. Hal ini yang menjadikan tes PCR menjadi gold standar dalam menentukan apakah seseorang tersebut positif Covid-19 maupun negatif," katanya.

“Akurasi PCR bisa sampai 95 persen persen sedangkan antigen ini akan ada miss 10 – 15 persen,” katanya.

Basti menambahkan, beberapa pertimbangan yang membuat pemerintah memilih mewajibkan tes antigen dari sisi keterjangkauan dan efisiensi pengujian. Di sisi lain, belum semua daerah atau masyarakat bisa mendapatkan akses tes PCR. Begitu juga pengujian sampel PCR belum merata bisa dilakukan di semua laboratorium.

“Laboratorium sendiri punya kapasitas maksimal pemeriksaan. Jika banyak, hasilnya bisa keluar 2- 3 hari,” ungkapnya. Sedangkan antigen relatif lebih mudah pemeriksaannya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement