REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Inas Widyanuratikah
Pada Rabu (16/12) siang pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangan pers di Istana Merdeka, mengumumkan bahwa vaksin Covid-19 akan diberikan gratis kepada masyarakat. Saat itu Jokowi menjelaskan, bahwa keputusan itu diambil setelah salah satunya mengkalkulasi ulang keuangan negara.
"Setelah menerima masukan masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis tidak dikenakan biaya sama sekali," ujar Presiden Jokowi dalam keterangan pers.
Keputusan Jokowi menggratiskan vaksin Covid-19 kemudian memunculkan pertanyaan, darimana alokasi anggaran untuk vaksinasi gratis itu? Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara sebelumnya, mengatakan, anggaran pemerintah yang bisa digunakan untuk program vaksinasi Covid-19 secara gratis kepada masyarakat adalah dari APBN 2021.
Di dalam APBN 2021, dari anggaran infrastruktur, belanja pegawai dan belanja barang bisa dipangkas untuk vaksinasi Covid-19. Kemudian, ia melanjutkan anggaran infrastruktur juga bisa dipangkas dan dipindahkan anggarannya untuk program vaksinasi Covid-19.
“Anggaran untuk vaksinasi Covid-19 bisa dari APBN 2021. Anggaran belanja pegawai dan belanja barang tahun depan sebaiknya direlokasi ke program vaksinasi Covid-19. Yang terpenting adalah vaksin ini. Pemerintah harus prioritaskan vaksinasi kepada masyarakat,” katanya saat dihubungi Republika, Rabu (16/12).
Pada hari ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah mengantongi anggaran sementara vaksinasi Covid-19 gratis mencapai Rp 54,44 triliun. Uang itu berasal dari cadangan Rp 18 triliun dan anggaran kesehatan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional 2020 yang diperkirakan tidak dieksekusi Rp 36,44 triliun.
“Kita masih memiliki space seperti instruksi presiden bahwa semua kementerian/lembaga harus memprioritaskan penanganan Covid untuk vaksinasi,” kata Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers virtual realisasi APBN hingga akhir November 2020 di Jakarta, Senin (21/12).
Menkeu menambahkan, pemerintah masih melakukan penghitungan jumlah kebutuhan anggaran untuk membiayai vaksinasi Covid-19 yang akan dilakukan gratis sesuai instruksi Presiden Jokowi berdasarkan sejumlah indikator. Adapun, indikator itu di antaranya Kementerian Keuangan, lanjut dia, akan mengikuti Kementerian Kesehatan dalam menetapkan target vaksinasi.
Jika jumlah yang divaksin adalah 70 persen dari jumlah penduduk, lanjut dia, diperkirakan akan ada sekitar 182 juta orang yang akan menjalani vaksinasi.
“Kita akan hitung berdasarkan berapa dosis yang disuntikkan. Kalau rata-rata vaksin dua kali suntik berarti 182 juta dikali dua dosis,” katanya.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga harus menghitung bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian BUMN termasuk Bio Farma, terkait efektivitas vaksin Covid-19. Jika, efikasi atau kemampuan vaksin itu mencapai 90 persen, vaksin yang disediakan harus lebih dari 100 persen atau 10 persen di atas kebutuhan untuk vaksinasi 182 juta orang.
Tak hanya itu, faktor penurunan kualitas atau kerusakan yang berpotensi terjadi dalam proses distribusi mengingat topografi wilayah Indonesia, juga menjadi indikator yang masuk penghitungan pemerintah. Pemerintah juga menghitung jumlah tenaga kesehatan, hingga prioritas yang nanti dilakukan ketika melakukan vaksinasi sehingga baru diketahui besaran proyeksi dana yang dibutuhkan untuk vaksinasi gratis.
Meski meminta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan prioritas anggaran untuk membiayai kebutuhan vaksinasi gratis, Menkeu mendorong institusi tersebut tetap melakukan belanja, mendorong momentum pemulihan ekonomi.
“Itulah yang sedang kita terus kaji, dan secara hati-hati melakukan langkah penyesuaian APBN karena belum jelas jumlah vaksin, berapa harganya, efikasi berapa banyak dan wastegae-nya berapa, maka kami belum bisa menemukan angkanya hari ini,” imbuh Sri Mulyani.
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, program vaksinasi gratis merupakan komitmen pemerintah untuk membuka akses vaksin seluas-luasnya bagi masyarakat. Langkah ini juga diharapkan mampu memulihkan aspek kesehatan yang secara bertahap memperbaiki kinerja perekonomian nasional.
"Diharapkan dengan semakin mudahnya akses vaksin yang dapat diperoleh masyarakat, kekebalan imunitas dapat dicapai dengan lebih cepat," katanya dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (17/12).
Pada Ahad (6/12) lalu, gelombang pertama vaksin Covid-19 yang dipesan Pemerintah Indonesia dari perusahaan farmasi China, Sinovac, tiba di di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 21.30 WIB. Ada sebanyak 1,2 juta dosis vaksin jadi yang diboyong menggunakan pesawat Garuda Indonesia itu.
Saat ini, pemerintah masih menunggu Emergency Use Authorization (EUA) atau izin sementara dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait penggunaan vaksin Sinovac. Izin EUA dibutuhkan untuk mengetahui keamanan penggunaan serta kehalalan dari vaksin produksi China tersebut.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan izin EUA dari BPOM bisa berjalan secara paralel dengan sertifikasi halal yang akan dikeluarkan oleh MUI. "Jadi ini sedang dikerjakan oleh BPOM dan MUI," ujar dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa (15/12).
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun sedang melakukan observasi dan pengamatan terkait keamanan vaksin yang akan digunakan oleh Indonesia. Kepala BPOM Penny K Lukito menyebut efek keamanan vaksin sudah baik.
"Alhamdulillah tidak ada efek samping yang kritikal gitu ya, jadi dari aspek keamanan sudah baik. Sekarang aspek efektivitas khasiat yang masih kita tunggu," kata Penny dalam keterangan pers secara daring, Kamis (17/12).
Selain aspek keamanan, Pennye menjelaskan, pihaknya juga melihat aspek khasiat atau efektivitas vaksin. Menurutnya, periode observasi ini biasanya bisa memakan waktu sampai enam bulan.
"Itulah kenapa kita akan memberikan emergency use authorization. Untuk mendapatkan emergency use authorization ini efikasi hanya cukup 50 persen, kalau vaksin itu umumnya 70 persen," kata dia.