Jumat 18 Dec 2020 17:05 WIB

Kemendikbud: Penetapan Unesco Jadi Langkah Lestarikan Pantun

Tradisi pantun telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak benda tanggal 17 Desember

UNESCO
Foto: [ist]
UNESCO

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan pantun yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbendaoleh UNESCO menjadi momentum dan langkah awal untuk melestarikan tradisi pantun.

“Ini bukan merupakan akhir perjuangan, melainkan langkah awal kita semua untuk melestarikan tradisi mulia ini. Seluruh pemangku kepentingan hendaknya mulai bergerak bersama dan menyatukan tekad dengan satu tujua membuat pantun tetap hidup dan tidak hilang ditelan zaman,” katanya, Jumat (18/12)

Tradisi pantun telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak benda tanggal 17 Desember 2020 yang berlangsung pada sidang UNESCO sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis.

Lebih lanjut, ia mengimbau agar sanggar-sanggar harus terus dibina agar tumbuh dan berkembang.

"Komunitas-komunitas digiatkan, siapkan bahan ajar agar peserta didik terdorong untuk menggunakan pantun, dan berikan penghargaan kepada mereka yang mendedikasikan hidupnya untuk melestarikan pantun,” katanya.

Nominasi pantun yang diajukan secara bersama oleh Indonesia dan Malaysia ini menjadi tradisi budaya Indonesia ke-11 yang diakui oleh UNESCO. Sebelumnya, pencak silat juga diakui sebagai Warisan Budaya Tak benda pada tanggal 12 Desember 2019.

UNESCO menilai pantun memiliki arti penting bagi masyarakat Melayu bukan hanya sebagai alat komunikasi sosial namun juga kaya akan nilai-nilai yang menjadi panduan moral. Pesan yang disampaikan melalui Pantun umumnya menekankan keseimbangan dan harmoni hubungan antarmanusia.

“Pantun menyediakan wadah untuk menuangkan ide, menghibur, atau berkomunikasi antar manusia, tanpa membedakan ras, kebangsaan, atau agama. Tradisi pantun mendorong rasa saling menghormati antar komunitas, kelompok, dan individu,” katanya.

Bagi Indonesia, keberhasilan penetapan Pantun sebagai Warisan Budaya Tak benda tidak lepas dari keterlibatan aktif berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maupun berbagai komunitas terkait. Seperti halnya, Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), Lembaga Adat Melayu, Komunitas Joget Dangdung Morro, Komunitas Joget Dangdung Sungai Enam, Komunitas Gazal Pulau Penyengat, Sanggar Teater Warisan Mak Yong Kampung Kijang Keke, serta sejumlah individu dan pemantun Indonesia.

Pantun adalah bentuk syair Melayu yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan dan emosi yang di dalamnya terdapat seni penyampaian metaforis menggunakan bahasa halus dan sopan. Sebagai sebuah tradisi lisan, Pantun diajarkan oleh para tetua dan pemuka adat kepada generasi yang lebih muda melalui aktivitas kehidupan sehari-hari, maupun melalui jalur ritual dan adat yang lebih formal.

Ia menjelaskan, pantun adalah bentuk lisan yang paling tersebar luas di Asia Tenggara dan telah digunakan di kawasan ini setidaknya selama 500 tahun.

Ke depan, Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk terus melakukan berbagai upaya untuk memastikan pelindungan pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda melalui pelibatan aktif komunitas lokal di kedua negara. Pantun juga dilestarikan dengan diajarkan secara formal di sekolah dan melalui kegiatan kesenian.

“Marilah kita tunjukkan rasa peduli pada Pantun. Gunakanlah ia untuk membuka atau menutup acara, baik kegiatan formal maupun nonformal, atau dalam berbagai kesempatan lain. Pantun dapat digunakan oleh siapapun dan di manapun. Jangan malu dan sungkan untuk berpantun,” katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement