Kamis 17 Dec 2020 18:17 WIB

Sidang Praperadilan HRS Digelar 4 Januari 2021

Pengajuan praperadilan tersebut menengok kasus HRS yang janggal. 

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Habib Rizieq Shihab
Foto: AP/STR
Habib Rizieq Shihab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sidang perdana gugatan praperadilan ajuan Habib Rizieq Shihab (HRS) akan digelar 4 Januari 2021 mendatang. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), menunjuk Hakim Akhmad Sahyuti selaku pengadil tunggal dalam perkara singkat tersebut. Adapun Panitera Pengganti yang ditunjuk yakni Agustinus Endri.

“Sudah disampaikan tadi, sidang pertama gugatan praperadilannya, dilaksanakan pada Senin 4 Januari tahun depan (2021),” kata Kepala Humas PN Jaksel, Hakim Suharno, via sambungan telepon, Kamis (17/12). 

Kata Suharno, sidang gugatan praperadilan biasanya berlangsung cepat. Karena hanya menyangkut tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka, dan penahanan. “Biasanya, kalau praperadilan, selalu cepat persidangannya,” sambung dia.

HRS ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya, Sabtu (12/12). Pada Selasa (15/12), tim advokasi HRS mengajukan praperadilan ke PN Jaksel. Pengacara Sumadi Atmadja mengatakan, pengajuan praperadilan tersebut menengok kasus HRS, janggal. 

Kasus yang ditangani Polda Metro Jaya itu berawal dari penyelidikan kerumunan massal yang dianggap melanggar protokol kesehatan. Dalam penetapan tersangka kepolisian menebalkan sangkaan Pasal 160 dan 216 KUH Pidana yang tak ada sangkutpautnya dengan protokol kesehatan, dan kerumunan.

“Kami berharap, pengadilan, yang berada di bawah institusi MA (Mahkamah Agung), masih mampu menegakkan keadilan, atas penetapan tersangka Habib Rizieq yang menurut kami sembrono,” kata Sumadi. 

Menurut dia, penyidikan kasus kerumunan HRS, pun menyimpang. Karena menurut dia, lima tersangka lain dalam perkara yang sama tak dikenakan sangkaan pasal yang serupa.

Lima tersangka lain dalam kasus ini, Haris Ubaidillah, Ali Alwi Alatas, dan Idrus, serta Maman Suryadi, juga Shabri Lubis. Kelima tersangka lain tersebut adalah jajaran pengurus DPP FPI di bawah komando HRS. Kelimanya panitia, dan penanggung jawab keamanan gelaran Maulid Nabi Muhammad SAW dan hajatan pernikahan putri HRS. Dua acara pada Sabtu (14/11), tersebut ‘mengundang’ ribuan masa ke Petamburan yang selama ini dilarang selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Namun, terhadap lima tersangka lainnya itu, dijerat menggunakan Pasal 93 UU 8/2018 Karantina Kesehatan. Ancaman hukumannya, dibawah setahun penjara. Sedangkan, terhadap HRS, ancaman hukumannya, sampai enam tahun. Sangkaan terhadap HRS itu yang membuatnya mendekam di sel tahanan sejak Sabtu (12/12).

“Penerapan 160 dan 216 (KUH Pidana) terhadap klien kami (HRS) ini kami nilai konyol,” kata Sumadi melanjutkan. Pun, kata dia, sangkaan penghasutan HRS, tak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Kata dia, MK, dalam putusan 7/PUU-VII/2009 mengubah Pasal 160 KUH Pidana, menjadi sangkaan yang terkait dengan delik materil. “Artinya harus didahului dengan bukti putusan tindak pidana yang dilakukan oleh pihak lain yang dihasut. Dan klien kami (HRS) tidak pernah menghasut orang untuk melawan hukum dan jelas tidak ada orang yang terhasut dan diputus bersalah oleh pengadilan (atas hasutan itu),” kata Sumadi.

Dengan dalil tersebut, tim advokasi HRS, dalam gugatan praperadilannya meminta agar hakim pengadilan, menyatakan penetapan tersangka HRS tidak sah. Begitu juga penahanan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya. Serta meminta agar kasus yang menargetkan HRS tersebut, dihendikan penyidikannya.

“Oleh karena, tidak mempunyai kekuatan hukum, serta didasari penyidikan yang tidak sah, kami meminta agar majelis hakim memerintahkan penerbitan SP3 atas perkara tersebut,” kata Sumadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement