Kamis 17 Dec 2020 14:29 WIB

Ridwan Kamil yang Membantah Dirinya Panik

Menurut Ridwan Kamil siapa yang bertanggung jawab dari awal juga sebaiknya dipanggil.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Rabu (16/12). Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar terkait kegiatan kerumunan massa yang dihadiri Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab saat pandemi Covid-19 di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor beberapa waktu lalu.Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Rabu (16/12). Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar terkait kegiatan kerumunan massa yang dihadiri Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab saat pandemi Covid-19 di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor beberapa waktu lalu.Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Febrianto Adi Saputro, Mabruroh, Antara

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membantah pernyataannya seusai dimintai keterangan di Mapolda Jabar pada Rabu (16/12) sebagai bentuk kepanikan seperti yang dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Menurut Ridwan Kamil, ia hanya mempertanyakan mengapa tidak semua pihak terkait dimintai keterangan mengenai terjadinya kerumunan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS).

Baca Juga

"Saya ini tenang tidak mungkin panik. Ngomong saja santai, silakan teman-teman menafsirkan sendiri-sendiri," ujar Ridwan Kamil kepada sejumlah wartawan seusai menghadiri acara puncak HUT Ke-62 Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Kantor Gubernur NTB di Mataram, Kamis (17/12).

Ridwan Kamil menyatakan, poin paling penting dari pernyataannya tersebut seusai dimintai keterangan di Mapolda Jabar, bahwa keadilan itu harus proporsional. "Siapa yang bertanggung jawab dari awal sampai akhir, semua harus mendapatkan hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Oleh karena itu saya kira tidak akan memperpanjang," ucapnya.

Meski demikian, Ridwan Kamil menegaskan apa yang disampaikan dan apa yang telah terjadi, bisa menjadi pengingat. Katanya, bangsa Indonesia memerlukan hal-hal yang produktif untuk dituntaskan, apalagi di saat keadaan bangsa dan negara menghadapi Covid-19.

"Semoga ini jadi pengingat betapa bangsa ini perlu hal yang produktif apalagi lagi kita dalam keadaan Covid-19," ujarnya.

Lontaran Ridwan Kamil agar Mahfud MD juga diminta keterangan langsung mendapat tanggapan. Mahfud MD, menyatakan bertanggung jawab atas pernyataannya yang mempersilakan penjemputan Habib Rizieq Shihab di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang.

Mahfud menyatakan, saat itu dia mempersilakan penjemputan dilakukan selama berlangsung tertib, tak melanggar protokol kesehatan, dan hanya sampai pengantaran hingga ke Petamburan, Jakarta Pusat. "Siap, Kang RK (Ridwan Kamil). Saya bertanggung jawab. Saya yang umumkan HRS diizinkan pulang ke Indonesia karena dia punya hak hukum untuk pulang. Saya juga yang mengumumkan HRS boleh dijemput asal tertib dan tak melanggar protokol kesehatan," tulis Mahfud di akun Twitter-nya, @mohmahfudmd, dikutip Rabu (16/12).

Dia menyatakan, saat itu pemerintah memberikan diskresi kepada kegiatan tersebut hanya untuk penjemputan, pengamanan, dan pengantaran dari bandara hingga ke Petamburan. Dia menilai, kegiatan itu sudah berjalan tertib sampai HRS benar-benar tiba di Petamburan.

"Tapi acara pada malam dan hari-hari berikutnya yang menimbulkan kerumunan orang sudah di luar diskresi yang saya umumkan," kata dia.

Dalam cicitannya yang lain, masih merespons pernyataan Ridwan Kamil, dia melampirkan tautan video pernyataan yang ia keluarkan itu. Dia kembali menekankan pernyataannya soal syarat pelaksanaan kegiatan penjemputan dan pengantaran itu, yakni harus tertib dan taat protokol kesehatan.

Mahfud juga melampirkan tautan video yang berisi pernyataannya soal hak kepulangan HRS yang harus dilindungi. Mahfud mempertanyakan letak kesalahan pernyataannya tersebut karena menurut dia, HRS memang tak bisa dilarang untuk pulang.

"Di mana salahnya? Dia kan tak bisa dilarang pulang. Dan diskresi penjemputannya HRS diantar sampai rumah. Sesudah diantar sampai rumah ya selesai," kata dia.

Kemarin, Mahfud juga mengatakan kepala daerah yang dipanggil dalam kasus kerumunan Habib Rizieq Shihab tidak perlu panik. "Saya yakin seyakinnya nggak akan ada masalah hukum pidana terhadap Pak Anies, terhadap Pak Emil, dan ini pun cuma diminta keterangan saja," jelas Mahfud.

Menurut dia, keduanya hanya akan dimintai keterangan oleh kepolisian terkait keramaian massa Rizieq yang terjadi di wilayah tugas mereka masing-masing. Barulah kemudian keterangan-keterangan yang didapatkan dari keduanya, dan pihak-pihak terkait lainnya, itu dikonstruksi lebih lanjut untuk mengetahui siapa yang sebenarnya melakukan kesalahan.

"Kalau tidak sengaja ya tidak pidana. Kalau dipanggil ya datang aja, saya juga ndak dipanggil minta diperiksa pas (jadi) ketua MK dulu. Dipanggil kok merasa dipindana, ndak gitu. Itu proses hukum biasa," kata dia.

Pada kesempatan itu dia juga mengatakan, pejabat atau siapapun semestinya tidak usah panik jika dipanggil oleh polisi. Sebab ada dua kemungkinan yang akan dilakukan polisi saat memanggil suatu pihak, yakni melakukan pemeriksaan atau meminta keterangan.

"Kalau seorang pejabat atau siapapun dipanggil oleh polisi itu nggak usah panik, karena dipanggil itu ada bermacam-macam. Satu karena ingin diperiksa, dua karena dimintai keterangan," ujar Mahfud.

Mahfud menceritakan, saat menjadi ketua Mahkamah Konstitusi dia berkali-kali dipanggil oleh polisi untuk dimintai keterangan. Hanya karena dipanggil, tidak kemudian akan dipidana. Pemanggilan Anies Baswedan dan Ridwan Kamil pun ia sebut hanya untuk dimintai keterangan.

"Dulu Pak Anies dipanggil, orang ribut kalau Pak Anies dipidanakan. Lalu di Jawa Barat kok ini. Ndak ada. Itu kan hanya ditanya, 'apa betul tanggal sekian ada rame-rame begitu, apa betul Anda memberi izin, kalau ndak memberi izin bagaimana.' Ya cuma gitu saja," kata Mahfud

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai pernyataan Ridwan Kamil yang terkesan menuding Mahfud penyebab kerumunan dinilai kurang tepat. "Anggapan yang menyebut bahwa Mahfud adalah penyebab dari kerumunan ini ya kurang tepat juga, karena Pak Mahfud sebagai Menko Polhukam kan kalau ditanya boleh atau nggak jemput, ya pasti boleh, tapi kan harus tertib. Tertib itu termasuk melapor ke polisi, mendapatkan surat izin keramaian, dll. Nah ini yang tidak terpenuhi" kata Sahroni.

Sahroni mengingatkan bahwa pemerintah pusat sudah mengatur tata tertib. Menurutnya jika massa penjemputan Rizieq membeludak, maka penyebabnya adalah massa yang tidak tertib.

"Ya kalau jadinya ramai pas penjemputan, itu karena warga tidak menuruti tata tertib yang sebenarnya sudah ditetapkan pemerintah, tidak etis kalau akhirnya menyalahkan Pak Mahfud MD. Beliau juga kan sebagai Menko Polhukam tentunya sudah mengingatkan soal tertib ini. Namun kenapa masyarakat sudah dikasih tahu masih melanggar? Itu yang seharusnya menjadi perhatian kita bersama," ujarnya.

Politikus Nasdem itu menilai saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk saling menyalahkan. "Ini bukan waktunya kita menyalahkan siapa yang salah siapa yang benar, atau siapa yang harus bertanggung jawab. Biarkan ini menjadi kerja kepolisian untuk  menyelidiki dan menindak oknum yang tidak mematuhi tata tertib dari penjemputan tersebut," ucapnya.

Sementara pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar, menilai pernyataan Ridwan Kamil tidak salah. Mahfud MD juga sebaiknya dimintai keterangan oleh kepolisian.

"Jadi kalau polisi ngotot mempidanakan maka mau tidak mau harus memeriksa Mahfud sebagai pihak yang terkait karena terjadinya kerumunan itu, karena Mahfud sendiri berpendapat pelanggaran prokes termasuk kerumunan tidak bisa dituntut pidana," kata Abdul Fickar dalam pesan teks.

Fickar menuturkan, apabila kerumunan itu dijadikan alasan untuk penuntutan Habib Rizieq Shihab atau siapapun dan dianggap melanggar Pasal 93 UU Kekarantinaan adalah tidak kontekstual. Bahkan dia nilai tidak menenuhi unsur. Karena Indonesia tidak menerapkan karantina atau lockdown, melainkan PSBB.

Masih menurut Fickar, Pasal 93 itu adalah pelanggaran karantina maka tidak bisa diterapkan terhadap kerumunan yang merupakan pelanggaran PSBB atau protokol kesehatan jaga jarak yang tidak bisa dihukum. Seharusnya, tegas dia, kasus Habib Rizieq Shihab ini tidak ada sejak awal.

"Karena itu seharusnya tidak ada proses penuntutan hukum terhadap HRS, baik di Petamburan maupun di Megamendung, apalagi sangkaan Pasal 160 KUHP yang merupakan hasutan untuk melakukan tindak pidana adalah sangkaan yang mengada-ada. PSBB dan protokol itu tidak bisa dipidanakan," tegasnya

photo
Infografis Berebut Menjamin Habib Rizieq - (Republika)
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement