REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri, Zainur Mashir Ramadhan, Antara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mengumumkan keputusan menggratiskan vaksin Covid-19 untuk masyarakat. Setelah menerima banyak masukan dari masyarakat dan menghitung ulang kemampuan fiskal negara, Jokowi yakin vaksin Covid-19 bisa digratiskan.
"Setelah melakukan kalkulasi ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis tidak dikenakan biaya sama sekali," kata Presiden Jokowi dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Rabu (16/12).
Presiden lantas memerintahkan seluruh jajarannya di Kabinet Indonesia Maju, ditambah pimpinan lembaga dan pemerintah daerah untuk memprioritaskan program vaksinasi pada tahun anggaran 2021. Jokowi juga menginstruksikan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memprioritaskan realokasi anggaran dari pos belanja lain agar program vaksinasi Covid-19 bisa berjalan lancar.
"Sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin," kata Jokowi.
Kebijakan untuk menggratiskan vaksin ini berbeda dengan ketetapan pemerintah sebelumnya. Yakni, membagi program vaksinasi untuk 107 juta orang (rentang usia 18-59 tahun) ke dalam dua skema.
Skema vaksinasi dibagi dua, yakni 32 juta orang digratiskan dan 75 juta lainnya mengakses secara mandiri (berbayar). Pada Senin (14/12) malam, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy sempat merevisi skema itu bisa berubah menjadi 50:50 antara vaksin gratis dan berbayar.
Kini, setelah Jokowi memastikan vaksin Covid-19 gratis, skema vaksin gratis dan mandiri otomatis gugur. Jokowi pun memastikan, vaksin Covid-19 akan diberikan kepada minimal 70 persen penduduk Indonesia atau sekitar 182 juta orang untuk menciptakan herd immunity.
Ia menyampaikan, pemberian vaksin akan membutuhkan waktu karena dilakukan secara bertahap mulai Januari nanti hingga beberapa bulan berikutnya.
“Diberikan gratis kepada masyarakat. Tapi ini memang perlu tahapan-tahapan. Januari berapa juta, Februari berapa juta, Maret berapa juta, April berapa juta. Memang membutuhkan waktu karena yang divaksin ini kurang lebih 67 persen, 70 persen penduduk itu harus divaksin,” jelas Jokowi saat menyalurkan Bantuan Modal Kerja di halaman tengah Istana Jakarta, Rabu (16/12) sore.
Jokowi mengatakan, meskipun vaksin Covid-19 akan diberikan secara gratis kepada masyarakat, vaksinasi akan diprioritaskan untuk para tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat serta TNI dan Polri.
“Setelah itu bisa untuk guru dan setelah itu semuanya kita akan mendapatkan vaksinasi gratis,” kata dia.
Terkait kehalalan vaksin, Jokowi menjelaskan sejak awal pemerintah telah melibatkan baik kementerian agama maupun MUI untuk melakukan kajian vaksin Covid-19. Karena itu, dalam kesempatan ini, Presiden pun meminta masyarakat dan para pelaku usaha kecil agar bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Pandemi ini, kata dia, juga terjadi di 215 negara lainnya. Bahkan di sejumlah negara di Eropa kembali terjadi gelombang kedua pandemi yang juga berdampak di sektor ekonominya. Namun, menurut Jokowi, pandemi Covid-19 di Indonesia masih bisa dikendalikan.
“Artinya kalau Covid-nya bisa dikendalikan, ekonominya juga, meskipun tidak secepat situasi normal tapi juga bisa kita laksanakan. Meskipun saya tahu sekali lagi kondisinya sangat berbeda sekali dengan kondisi normal,” kata Jokowi.
Setidaknya ada enam pabrikan vaksin Covid-19 yang masuk daftar program vaksinasi pemerintah. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor H.K.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Keenamnya adalah, PT Bio Farma, AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd.
Pada Ahad (6/12) lalu, gelombang pertama vaksin Covid-19 yang dipesan Pemerintah Indonesia dari perusahaan farmasi China, Sinovac, tiba di di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 21.30 WIB. Ada sebanyak 1,2 juta dosis vaksin jadi yang diboyong menggunakan pesawat Garuda Indonesia itu.
Saat ini, pemerintah masih menunggu Emergency Use Authorization (EUA) atau izin sementara dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait penggunaan vaksin Sinovac. Izin EUA dibutuhkan untuk mengetahui keamanan penggunaan serta kehalalan dari vaksin produksi China tersebut.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan izin EUA dari BPOM bisa berjalan secara paralel dengan sertifikasi halal yang akan dikeluarkan oleh MUI. "Jadi ini sedang dikerjakan oleh BPOM dan MUI," ujar dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa (15/12).
Untuk memperlancar proses vaksinasi, pemerintah telah menyiapkan sebanyak 29 ribu vaksinator (pemberi vaksinasi) yang tersebar di sejumlah layanan kesehatan. Lebih rinci, vaksinator tersebut akan disebar di 10.400 puskesmas, 2.000 rumah sakit, dan 49 kantor kesehatan pelabuhan di berbagai wilayah Tanah Air.
Adapun, terkait penggratisan dr Siti Nadia Tarmizi pun mengungkapkan, Kemenkes masih akan mematangkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19.
"Ini masih baru ya pengumumannya jadi kita matangkan dulu tindak lanjutnya ya," jelas Siti saat dihubungi Republika, Rabu (16/12).
Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia, dr. Syahrizal Syarif meminta pemerintah mengubah kebijakan vaksinasi prioritas pada kelompok usia 18-59 tahun. Menurutnya, langkah dan jalan yang diambil pemerintah itu adalah salah.
"Sebaliknya, tenaga kesehatan dan orang lanjut usia yang harus menjadi prioritas vaksin Covid-19," ujar dia kepada Republika, kemarin.
Dia menegaskan, kebijakan yang diambil pemerintah menyoal kelompok usia 18-59 tahun semakin tidak jelas, dan salah jalan. Pasalnya, mayoritas negara, selain Indonesia, telah memiliki pemikiran jika vaksinasi yang efektif akan berperan penting pada tenaga kesehatan dan lansia.
"Kita malah lain sendiri," ucapnya.
Dirinya menganggap, jika pemerintah memang sudah seharusnya menanggung biaya vaksinasi. Menyoal isu presiden yang akan dan telah berjanji menjadi orang pertama di Indonesia untuk divaksin, ia mendukungnya.
Bahkan, dr. Syahrizal juga meminta agar jajaran menteri dan pejabat lainnya di lingkungan pemangku kebijakan, bisa menjadi pihak yang masuk gelombang pertama untuk divaksinasi.
"Itu untuk memberi contoh bahwa vaksin itu aman," ungkap dia.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan anggaran pemerintah yang bisa digunakan untuk program vaksinasi Covid-19 secara gratis kepada masyarakat adalah dari APBN 2021. Di dalam APBN 2021, dari anggaran infrastruktur, belanja pegawai dan belanja barang bisa dipangkas untuk vaksinasi Covid-19.
“Anggaran untuk vaksinasi Covid-19 bisa dari APBN 2021. Anggaran belanja pegawai dan belanja barang tahun depan sebaiknya direlokasi ke program vaksinasi Covid-19. Yang terpenting adalah vaksin ini. Pemerintah harus prioritaskan vaksinasi kepada masyarakat,” katanya saat dihubungi Republika, Rabu (16/12).
Kemudian, ia melanjutkan anggaran infrastruktur juga bisa dipangkas dan dipindahkan anggarannya untuk program vaksinasi Covid-19. Pemerintah harus fokus menganggarkan vaksin ini secara gratis. Masyarakat seluruh Indonesia harus bisa dipastikan akan divaksin tanpa dipungut biaya apapun.
“Terkait pengawasan vaksin diharapkan jangan terjadi monopoli distributor. Ini KPPU sebagai pengawas harus melakukan deteksi dini. Lalu, soal fokus pada kelompok rentan diutamakan seperti masyarakat lansia dan memiliki penyakit bawaan,” kata dia.