REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arie Lukihardianti, Ronggo Astungkoro, Ali Mansur
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) hari ini memenuhi panggilan Polda Jabar. Tiba di Polda Jabar sekitar pukul 09.00 WIB, Emil sapaan RK, diperiksa terkait kasus kerumunan massa Habib Rizieq Shihab di Megamendung, Bogor.
Sebagai warga negara yang baik, ia hadir di Polda Jabar untuk melengkapi keterangan-keterangan yang dibutuhkan sesuai perkara yang sedang berlangsung. Menurutnya, pemeriksaan yang dilakukan, tidak terlalu lama karena hanya penyempurnaan dari mayoritas pertanyaan yang sudah ditanyakan dan diberikannya di Bareskrim Polri, Jakarta.
"Namun izinkan, saya beropini secara pribadi terhadap rentetan acara hari ini, pertama menurut saya semua kekisruhan yang berlarut-larut ini dimulai sejak adanya statement dari Pak Mahfud MD yang mengatakan penjemputan HRS itu diizinkan," ujar Emil, kepada wartawan.
Menurut Emil, pernyataan Mahfud MD itu menjadi tafsir dari ribuan orang yang datang ke bandara selama tertib dan damai boleh. Maka terjadi kerumunan luar biasa.
"Sehingga ada tafsir ini seolah ada diskresi dari Pak Mahfud kepada PSBB di Jakarta dan PSBB di Jabar dan lain sebagainya," katanya.
Dalam Islam, kata dia, adil itu adalah menempatkan semua sesuatu sesuai dengan tempatnya. "Jadi beliau juga harus bertanggung jawab tak hanya kami-kami kepala daerah yang dimintai klarifikasi ya, jadi semua punya peran yang perlu diklarifikasi," kata Emil.
Jika Gubernur Jabar diperiksa, Gubernur DKI diperiksa, Emil bertanya mengapat Gubernur Banten tidak diperiksa untuk peristiwa kerumunan massa di Bandara Soekarno-Hatta. Termasuk bupati, di mana lokasi Bandara Soekarno-Hatta berada, kata Emil, juga harus diperiksa polisi.
"Harusnya seperti yang saya alami sebagai warga negara yang baik, kan begitu. Ini kan tidak terjadi. Jadi ini kan pertanyaan," katanya.
Menurut Emil, sebagai negara hukum, Indonesia semestinya mengedepankan kesetaraan di mata hukum.
"Ada jabatan yang hilang, ada peristiwa yang berlanjut, bagi saya jabatan juga bukan hal segalanya secara syariat bisa Allah cabut kapan saja, enggak masalah," kata Emil.
Berikutnya, kata dia, dalam konteks proporsi hukum, kasus kerumunan massa HRS sebaiknya digunakan undang-undang yang tepat. Dalam undang-undang di Indonesia, pemerintahan Jabar adalah daerah yang otonom dan berbeda dengan Jakarta yang merupakan daerah khusus.
"Kalau Jakarta, wali kotanya diangkat oleh gubernur dan diberhentikan oleh gubernur, kalau Jabar dan provinsi di luar Jakarta itu bupati dan wali kotanya dipilih oleh rakyat, tidak bisa dikenakan sanksi atau diberhentikan oleh gubernur," paparnya.
Berikutnya, kata dia, dengan sistem otonomi daerah ini maka acara lokal itu tanggung jawab pemerintah lokal. Karena, ada ribuan acara tiap tahun di Jabar itu tidak perlu dilaporkan ke gubernur karena memang bukan kewenangannya.
"Itu di Megamendung dalam opini saya adalah acara lokal, jadi tanggung jawab secara teknis adalah Kabupaten Bogor dan satgasnya," tegas Emil.
Ditanya apakah terkait pernyataan Mahfud MD harus bertanggung jawab sudah disampaikannya langsung, Emil menjawab belum. "Karena, hidup ini harus adil lah, semua yang punya peran dalam proses yang kita hadapi harus secara arif, bijak dan segala hormat juga bertanggung jawab terhadap prosesnya," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD memang pernah mempersilakan massa simpatisan HRS untuk menjemput ke Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu Mahfud mengatakan, penjagaan kepulangan HRS akan ditingkatkan karena melihat peningkatan eskalasi penjemputan, namun, dia meminta aparat tidak perlu berlebihan
"Silakan menjemput tetapi tertib, rukun, dan damai seperti yang selama ini dianjurkan oleh Habib Rizieq. Oleh sebab itu kalau mereka yang buat ribut, buat rusuh, kita anggap bukan pengikutnya Habib Rizieq," kata Mahfud, dalam keterangannya yang diterima Republika, Senin (9/11).
Mahfud menjelaskan, pemerintah melihat kepulangan HRS sebagai hak yang seorang warga negara yang harus dilindungi. Sama halnya ketika Rizieq pergi meninggalkan Indonesia pada 2017 lalu ke Arab Saudi. Kala itu, kata Mahfud, pemerintah juga memberikan Rizieq haknya, bukan pemerintah yang menyuruhnya pergi.
"Dulu pergi juga kita berikan haknya untuk pergi bukan karena kita minta pergi. Sekarang mau pulang kita berikan haknya juga untuk pulang, karena dia adalah warga negara Indonesia yang hak-haknya dilindungi," tutur dia.
Sepulangnya HRS dari Arab Saudi, acara-acara yang dihadirinya memang selalu mengundang kerumunan massa. Awalnya, pengusutan kasus bermula dari kerumunan massa yang mendatangi kawasan kediaman HRS di Petamburan pada Sabtu (14/11). Kerumunan massa itu terjadi pada saat akad nikah putri keempat Rizieq dengan Irfan Alaydrus yang dibarengi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Untuk kasus kerumunan massa di Petamburan, polisi telah menetapkan enam tersangka termasuk HRS yang kini sudah ditahan di Polda Metro Jaya. Bukan hanya kasus kerumunan massa di Jakarta yang naik status ke penyidikan, pada 26 November, Polda Jawa Barat menaikkan kasus kerumunan massa di Megamendung, Kabupaten Bogor, juga ke tingkat penyidikan.
Penyidik menduga rangkaian acara yang dihadiri Rizieq Shihab mengandung tindak pidana pelanggaran protokol kesehatan dalam UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. "Polda Jabar hari ini sudah meningkatkan dari proses penyelidikan menjadi penyidikan," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (26/11).