REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua IPB SDGs (Sustainable Development Goals) Network, Bayu Krisnamurthi, menyatakan, penciptaan ketahanan pangan dan gizi berbasis konsumsi pangan keluarga dapat menjadi solusi untuk mengatasi pandemi Covid-19. Penanganan urusan pangan dan gizi ini menjadi penting, karena pandemi telah menimbulkan dampak serius ke berbagai sektor, termasukkemampuan masyarakat dalam menyediakan, menjangkau, dan memanfaatkan bahan pangan bagi keluarga.
"Dua pertiga urusan kelaparan berhubungan dengan kecukupan konsumsi pangan dan gizi, terutama pada seribu hari pertama kehidupan," kata Bayu dalam kegiatan Bincang-Bincang Aksi Relawan Mandiri Himpunan Alumni IPB (BBA) volume 3, dengan tema "Ketahanan Pangan di Masa Pandemi" di Bogor, Ahad (13/12).
Wakil Menteri Perdagangan periode 2011-2014 itu menjelaskan, persoalan konsumsi pangan dan ketidakcukupan gizi seperti ancaman stunting pada anak menjadi problem yang harus dicarikan solusinya mulai dari tingkat keluarga. Meski demikian, pembicaraan soal pemenuhan gizi keluarga ini tidak sebatas membahas aspek sosial budaya dan selera makan, karena juga terkait dengan pengetahuan dan kesadaran akan gizi.
"Dalam konteks ini, peran ibu menjadi sangat penting, pendapatan keluarga sangat menentukan untuk memastikan kecukupan pangan bergizi, serta pemahaman soal sistem pangan juga sangat penting," katanya.
Menurut Bayu, ketahanan pangan itu bukan hanya persoalan produksi, tetapi juga ditentukan oleh faktor distribusi, pengolahan, penyimpanan, hingga konsumsi.
Sementara itu, Sosiolog Universitas Indonesia, Dr Imam Prasodjo, menilai, penerapan pembangunan berkelanjutan adalah kondisi yang adil di antara dikotomi dua pihak yang mengagungkan pertumbuhan ekonomi dengan pihak yang menginginkan adanya kelestarian alam. "Paradigma pembangunan itu tidak semata-mata hanya soal pertumbuhan, tapi juga soal kebahagiaan," katanya.
Untuk itu, menurut Imam Prasodjo, yang juga Direktur Yayasan Nurani Dunia, pemuda masa kini, lebih pro kepada pencegahan perubahan iklim, sehingga mereka perlu dirangkul dan diberdayakan agar menjadi penggerak pembangunan berkelanjutan.
"Kebangkitan ketahanan pangan, dapat dilakukan melalui pertanian rumah tangga dan pertanian komunitas. Petani yang termarjinalkan harus didampingi oleh orang kota yang terdidik, karena pertumbuhan pertanian menjadi tidak produktif jika tenaga kerjanya tidak terdidik," katanya.