Sabtu 12 Dec 2020 18:16 WIB

Jelang Puncak Musim Hujan, Waspada Bencana Hidrometeorologi

Anomali iklim La Nina masih berlangsung di Samudera Pasifik dengan level 'moderat'

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Perahu bersandar dengan latar belakang awan hitam di kawasan Setu Cikaret, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (10/12/2020). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan agar warga waspada bencana hidrometeorologi sepanjang Desember 2020-Februari 2021, hal ini terkait dengan dampak curah hujan tinggi akibat perpaduan musim hujan dan La Nina yang terjadi pada bulan tersebut.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Perahu bersandar dengan latar belakang awan hitam di kawasan Setu Cikaret, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (10/12/2020). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan agar warga waspada bencana hidrometeorologi sepanjang Desember 2020-Februari 2021, hal ini terkait dengan dampak curah hujan tinggi akibat perpaduan musim hujan dan La Nina yang terjadi pada bulan tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulang Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan siap siaga terhadap potensi bencana hidrometeorologi. Khususnya jelang puncak musim hujan pada Januari hingga Februari 2021. 

Berdasarkan data BMKG pada 8 Desember 2020 lalu menyebutkan, anomali iklim La Nina terpantau masih berlangsung di Samudera Pasifik dengan intensitas level "moderat". 

“Suhu muka laut Samudera Pasifik bagian tengah daerah Nino 3.4 menunjukkan anomali sebesar -1.4°C, sehingga perkembangan saat ini menunjukkan Intensitas La Nina moderat yang diprediksi akan mencapai puncaknya pada periode Januari – Maret 2021, dan kemudian akan melemah pada bulan Mei 2021,” ujar Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, Sabtu (12/12).

Herizal menuturkan, bahwa musim hujan di sebagian besar wilayah di Indonesia diprediksikan akan berlangsung hingga April 2021. Peningkatan kewaspadaan diperlukan pada daerah-daerah yang diprediksi akan mendapatkan akumulasi curah hujan dengan kriteria tinggi hingga sangat tinggi atau lebih besar 300 mm per bulan pada bulan Desember 2020 – Januari 2021.

Daerah-daerah yang dimaksud antara lain berpeluang terjadi di pesisir barat Sumatera, sebagian besar pulau Jawa, Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian Nusa Tenggara Timur, Kalimantan bagian barat dan tengah, Sulawesi, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan Papua.

“Puncak musim hujan 2020/2021 diprediksikan untuk sebagian besar wilayah akan terjadi pada bulan Januari – Februari 2021 yang umumnya bertepatan dengan puncak Monsun Asia,” ujar Herizal.

Melihat kejadian bencana hidrometeorologi, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Dr. Raditya Jati dalam siaran pers, Sabtu (12/12)  Data BNPB dari 1 Januari hingga 11 Desember 2020 mencatat, bencana banjir mengakibatkan sebanyak 795.563 rumah terendam, 7.224 unit rumah rusak berat, 3.479 rusak sedang dan rusak ringan 12.735 rumah. 

Bencana hidrometeorologi juga berdampak pada jatuhnya korban jiwa sebanyak 224 orang meninggal dunia, 26 orang hilang, 271 orang luka-luka dan mengungsi.

"Terkait dengan peristiwa bencana hidrometeorologi, BNPB mengharapkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan bersama, baik pemerintah dan masyarakat, dalam mencegah dan mengantisipasi dampak bencana yang mungkin terjadi," kata Aditya dalam siaran pers, Sabtu (12/12).

Menurut Aditya, dampak La Nina dapat memicu curah hujan yang jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi normal sehingga berpotensi banjir, banjir bandang dan tanah longsor yang perlu diwaspadai. Di samping itu, BMKG memprediksikan puncak musim hujan pada Januari hingga Februari 2021.

"Sekali lagi, kondisi ini membutuhkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan setiap individu, setiap anggota keluarga dan komunitas," kata Aditya

Menyikapi potensi bencana ini, BNPB telah menyampaikan arahan kesiapsiagaan kepada seluruh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di seluruh provinsi dan diteruskan hingga BPBD di tingkat kabupaten dan kota di seluruh Tanah Air. Upaya dini pencegahan dan mitigasi harus dilakukan untuk mengurangi atau pun menghindari dampak bencana.

Pada September 2020 lalu, BNPB melalui Deputi Bidang Pencegahan Lilik Kurniawan memberikan arahan kepada pemerintah daerah untuk melakukan koordinasi secara berkala dengan dinas terkait dan aparatur kabupaten dan kota di daerah setempat. Lilik berharap, pemerintah daerah untuk melakukan monitoring terhadap informasi peringatan dini cuaca dan potensi ancaman bencana melalui beberapa situs dari BMKG, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dan BNPB.  

“Mereka dapat melakukan penyebarluasan informasi peringatan dini bahaya banjir, banjir bandang dan tanah longsor kepada masyarakat, khususnya yang bermukim di wilayah yang berisiko tinggi,” ujar Lilik.

Karena di masa pandemi, BPBD juga dapat menyiapkan dan mensosialisasikan tempat evakuasi yang berbeda antara masyarakat yang sehat dengan terkonfirmasi positif Covid-19.

BNPB juga mengimbau, masyarakat untuk melakukan upaya kesiapsiagaan, khususnya di lingkup keluarga. Setiap keluarga dapat memonitor dan menganalisis secara sederhana potensi bahaya yang ada di sekitar.

Melalui aplikasi berbasis teknologi informasi, InaRISK personal, masyarakat dapat melihat ancaman bahaya di sekitarnya. Kemudian, mendiskusikan dengan anggota keluarga langkah-langkah mengantisipasi ancaman yang mungkin terjadi, seperti mematikan aliran listrik, menyimpan dokumen penting di tempat aman atau menyiapkan tas siaga bencana.

"Apabila di tengah genangan air, pastikan langkah evakuasi secara tepat dan aman. Kenali lingkungan dengan baik, misal hindari saluran air di sekitar rumah atau saat evakuasi," kata Aditya.

Masyarakat dituntut untuk lebih waspada apabila melakukan langkah evakuasi atau mengungsi untuk sementara waktu. Protokol kesehatan harus diterapkan dengan baik sehingga tidak ada bahaya lain yang justru bisa berdampak lebih buruk. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement