REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo mencabut keterangan yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait pemberian uang senilai 50 ribu dollar AS dari pengusaha Tommy Sumardi kepada Bekas Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte.
Pencabutan keterangan dalam BAP itu ia sampaikan saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan pengurusan red notice Djoko Tjandra kembali di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (10/12). Prasetijo mengaku alasan pencabutan keterangan tersebut lantaran dirinya tidak pernah menandatangani BAP tersebut.
"Saudara cabut karena tidak menandatangani, " tanya Hakim Ketua, Muhammad Damis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/12).
"Betul (tidak tanda tangan)," kata Prasetijo.
Dalam persidangan, Prasetijo juga mencabut pernyataannya jika Irjen Napoleon Bonaparte menolak pemberian 50 ribu dollar AS dari Tommy Sumardi. Prasetijo mengaku tak pernah mengatakan hal tersebut saat penyidikan.
BAP yang dicabut Prasetijo yakni dalam pemeriksaan 14 Agustus 2020 huruf F. Dalam BAP tersebut berbunyi, "Pertemuan keempat tanggal 5 Mei 2020 sekitar 16.30 WIB, Haji Tommy Sumardi datang ke ruangan saya, minta tolong ditemani menghadap Kadiv Hubinter. Sesampainya di TNCC, beliau bawa paper bag yang dibawa kemarin."
"Kemudian saya dan Haji Tommy naik ke lantai 11, saat itu bertemu dengan Kadivhl Hubinter, dan diterima, setelah bicara sebentar karena Pak Kadiv Hubinter ada kegiatan, sambil keluar saya lihat Haji Tommy menyerahkan paper bag kepada Irjen Napoleon, dengan mengatakan 'Ini ya Bang, saya taruh di sini ya. "
"Saat itu Haji Tommy taruh paper bag di meja persegi panjang, meja rapat Kadiv Hubinter dan Kadiv Hubinter jawab 'Ya, thank you'. Saat kembali ke kantor saya, saya tanya 'Apa tuh Ji yang dikasih ke Pak Kadiv', dan dijawab Pak Tommy '5 kepok' dalam artian 50 ribu dollar AS. "
"Saya cabut itu. Saya tidak katakan itu," kata Prasetijo.
Dalam BAP yang ia cabut juga disebutkan jika Irjen Napoleon menolak pemberian 50 ribu dollar AS dari Tommy Sumardi. Terkait pernyataannya itu, Prasetijo juga mengaku tidak pernah mengatakan demikian.
"Keterangan saya kan, saya tidak tahu, sudah," tegas Prasetijo.
Masih dalam persidangan, Prasetijo mengakui dirinya menerima uang sebesar 20 ribu dollar AS dari Tommy Sumardi. Namun, ia mengaku tidak tahu jika uang tersebut merupakan uang dari Djoko Tjandra.
"Saudara terima uang 20 ribu dollar AS dimana, " tanya Jaksa Agung M Yusuf.
"Iya saya terima, uang 20 Ribu dollar Amerika, dengan pecahan 100 ribu dollar AS. Diterima tanggal 27 April 2020," jawab Prasetijo.
Prasetijo menjelaskan, awalnya ia tak tahu bila uang yang diberikan dari Tommy Sumardi senilai 20 ribu dollar AS adalah dari Djoko Tjandra. Namun, setelah mengetahuinya, ia pun mengembalikannya pada 16 Juli 2020 kepada Propam Mabes Polri.
"Saya diperiksa sebagai saksi tanggal 13 Agustus 2020 tiba-tiba ada anggota Propam masuk ke ruangan pemeriksaan saya terus mereka bawa uang. Terus saya tanyakan mau ngapain ini? Ade-ade ini 'Jendral saya mau menyerahkan uang ini'. Saya katakan suruh serahkan ke penyidik, nah kok bingung banget saya bilang kan sudah saya serahkan," tutur Prasetijo
Mendengar pernyataan Prasetijo, Jaksa kemudian menanyakan kepada Prasetijo ihwal cerita dan alasan mengembalikan uang dari Tommy yang pada saat itu telah disita oleh penyidik dalam perkara lain.
"Iya (dikembalikan), saya tahu, saya terima tanda terimanya. Karena pada saat itukan saya ada permintaan Pak Kadiv Propam waktu tanggal 16 Juli, malam itu waktu sekitar pukul setengah satu malam. Saya dikonfortir dipertemukan dengan pak Tommy," terang Prasetijo.
Pada saat itu, sambung Prasetijo, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam), Mendiang Ignatius Sigit Widiatmono mengkonfrontir dirinya dengan Tommy. Saat itu, Mendiang Sigit menanyakan kepada dirinya terkait kebenaran uang 20 ribu dollar AS yang diberikan Tommy kepada Prasetijo.
"Waktu masih hidup itu Kadiv Propam Pak Sigit bilang, 'bang, Abang terima tidak uang dari pak Djoko Tjandra. Jenderal saya bilang (ke Tommy), Jenderal jangan buat fitnah. Saya tidak pernah terima uang dari pak Djoko Tjandra. Ketika itu di hadapan saya pak Tommy.
"Bro kan lu terima uang dari gue".Nah saya bilang saya juga berdiri, kamu Ji (Haji Tommy) saya bilang begitu. Kalau memang uang yang kamu berikan itu dari Djoko Tjandra. Saya minta saya ambil malam ini juga. Oleh karenanya pagi-pagi istri saya antarkan uang itu ke ruang Provos," terangnya.
Masih dalam persidangan, kepada Majelis Hakim, Prasetijo juga mengaku tidak tahu bila Djoko Tjandra pernah menjadi subjek Red Notice. "Kapan saudara tahu? Apa saudara tahu saat ke Pontianak sudah dijatuhi hukuman?," tanya Hakim Ketua Muhammad Damis.
'Tidak," jawab Prasetijo.
"Yang benar?," lanjut hakim.
"Benar, Pak. Karena penjelasannya dia orang bebas," beber jenderal bintang satu tersebut.
Tak puas mendengar jawaban Prsetijo, Hakim kemudian bertanya pada Prasetijo mengapa dia percaya begitu saja kepada Anita Kolopaking jika Djoko Tjandra adalah orang bebas. Terlebih, Prasetijo merupakan aparat penegak hukum.
"Apa alasannya saudara percaya? Kan ada putusan?," cecar Hakim.
"Saya tidak baca putusannya itu. Yang saya dapat surat Red Notice Divhubinter itu yang dijelasin Bu Anita," ujar Prasetijo.
Djoko Tjandra didakwa menyuap Irjen Napoleon sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS. Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar 150 ribu dolar AS. Suap itu diberikan Djoko Tjandra melalui perantara seorang pengusaha, Tommy Sumardi.
Djoko Tjandra diduga menyuap dua jenderal polisi tersebut untuk mengupayakan namanya dihapus dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Ditjen Imigrasi, dengan menerbitkan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI.