REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Penanganan Covid-19 membeberkan tiga kriteia ideal yang perlu dipenuhi sebuah vaksin agar bisa dinilai berkualitas. Ketiganya adalah efikasi, efektivitas, dan efisiensi.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Kamis (10/12) menyampaikan, ketiga aspek tersebut punya peran untuk mengukur manfaat vaksin dalam pengendalian infeksi virus corona. Aspek pertama adalah efikasi.
Wiku menjelaskan, efikasi mengukur besar kemampuan vaksin dalam mencegah penyakit dan menekan penularan di kondisi ideal dan terkontrol. Hal ini, ujarnya, dapat dilihat dari hasil uji klinis vaksin di laboratorium yang dilakukan kepada populasi dalam jumlah terbatas.
Aspek kedua adalah efektivitas, yang menilai kemampuan vaksin melindungi masyarakat secara luas. Wiku menambahkan, perlu dicatat bahwa masyarakat yang dimaksud adalah populasi manusia yang heterogen.
"Nah, terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas vaksin. Antara lain, faktor penerima vaksin seperti usia, komorbid, riwayat infeksi sebelumnya, serta jangka waktu sejak vaksinasi dilakukan," kata Wiku dalam keterangan pers di kantor presiden, Kamis (10/12).
Selain itu, ada faktor lain yang ikut mempengaruhi efektivitas vaksin, antara lain karakteristik dari vaksin tersebut. Misalnya, pengelompokan jenis vaksin aktif atau inaktif, komposisi vaksin, dan cara penyuntikannya.
"Faktor ketiga yang mempengaruhi efektivitas vaksin adalah kecocokan strain vaksin dengan strain pada virus yang beredar di masyarakat," kata Wiku.
Untuk dapat mengetahui aspek efektivitas vaksin ini, ujar Wiku, maka perlu ada data survailans untuk melihat perkembangan kasus dan memantau dampaknya. Data imunisasi juga perlu dilihat untuk melihat cakupan imunisasinya dan data klinis individu pendukung untuk melihat aspek lain yang mempengaruhi kondisi kesehatan individu.
Sedangkan terkait efisiensi vaksin, Wiku menjelaskan bahwa hal ini bisa dilihat dari sisi belanja pemerintah. Maksudnya, bagaimana sebuah pembelanjaan vaksin dapat mencegah pengeluaran biaya kesehatan yang lain untuk tangani orang yang sakit akibat penyakit tersebut.
"Selain aspek-aspek ini terdapat berbagai pertimbangan lain yang sedang dilakukan pemerintah untuk memastikan tujuan utama yakni mengakhiri pandemi Covid-19," kata Wiku.
Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PKS Ansory Siregar mengusulkan agar para pejabat seperti presiden, wakil presiden, menteri, anggota DPR dan MPR menjadi yang lebih dahulu mendapatkan vaksinasi. Ansory memperkirakan total jumlah pejabat tersebut tak lebih dari 4 ribu orang.
Ansory menilai hal ini juga menjadi upaya dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi. Hal ini Ansory sampaikan saat rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto hingga Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (10/).
"Biar tidak pertanyaan di tengah-tengah masyarakat, bagaimana kalau kita pejabat-pejabat ini yang mulai dulu," ucap Ansory.
Ansory menilai vaksinasi terhadap pejabat yang lebih dahulu daripada masyarakat juga bentuk tanggung jawab dan kepemimpinan dalam mensukseskan program vaksinasi. Ansory menyebut program vaksinasi masih menunggu persetujuan dari BPOM.
"Kalau ibu (Kepala BPOM) sudah oke, kita tidak ada masalah, orang cuma 3 ribu pejabat atau 4 ribuan dari 1,2 juta (vaksin), tidak ada salahnya kita duluan," kata Ansory.
Ansory berharap usulan ini diteruskan Menkes Terawan kepada Presiden Jokowi. Selain para pejabat, Ansory juga mengusulkan tokoh agama dan tokoh masyarakat menjadi prioritas pertama yang mendapat vaksin.
"Ini usul saya saja, mohon disampaikan kalau ada rapat dengan presiden. Nanti 4 ribu (pejabat) didahulukan agar masyarakat bilang oh iya pemimpin-pemimpin kami mereka lebih dahulu kami tidak ragu lagi, kami ikuti," kata Ansory menambahkan.